21 Maret, 2009

Orientasi dan kebudayaan Islam

2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (2/6)
Muhammad Husain Haekal

Ilmu ini tidak seharusnya akan menghentikan orang dari
memikirkan hari kemudian mereka serta berusaha sekuat tenaga
mengikuti jalan yang benar dan menghindarkan diri dari jalan
yang sesat. Ilmu Allah itu buat mereka masih gaib. Tetapi
akhirnya mereka akan sampai juga kepada kebenaran sekalipun
agak lambat. Tuhan telah menetapkan sifat kasih sayang itu
dalam DiriNya. Ia selalu menerima taubat hamba-Nya yang mau
bertaubat dan sudah banyak dosa yang diampuniNya. Selama
rahmat Tuhan itu meliputi segalanya, manusia tidak perlu
berputus asa akan memperoleh jalan yang benar, asal ia mau
merenungkan dan memikirkan alam semesta ini. Orang tidak perlu
berputus asa dari rahmat Tuhan kalau renungannya itu akhirnya
akan mengantarkannya ke jalan Allah. Manusia yang celaka ialah
yang tidak mengakui sifat manusianya, dan merasa dirinya sudah
terlampau besar untuk memikirkan dan merenungkan hal-hal yang
akan mengantarkan dirinya kepada petunjuk Tuhan. Mereka itulah
orang-orang yang hendak menentang Tuhan, bukan mengharapkan
beroleh rahmat Tuhan. Jantung mereka oleh Tuhan sudah ditutup,
mereka yang akan menjadi penghuni neraka, yang akan mendapat
tempat yang paling celaka.

Apakah Orientalis-orientalis itu sudah melihat arti jabariah
Islam yang begitu tinggi, begitu luas jangkauannya? Apakah
mereka melihat bahwa anggapan mereka itu memang sangat lemah,
yang menduga bahwa jabariah Islam itu menyuruh orang berpeluk
lutut tanpa usaha atau mau menerima hidup hina atau mau
menyerah begitu saja? Disamping semua itu ajaran ini selalu
memberikan harapan, bahwa pintu rahmat dan taubat selalu
terbuka bagi barangsiapa yang mau bertaubat. Apa yang mereka
duga bahwa ajaran ini menyuruh tiap Muslim menganggap setiap
keuntungan dan malapetaka yang menimpa dirinya sebagai takdir
yang sudah ditentukan Tuhan dan oleh karenanya ia harus diam
saja, menerima segala bencana dan kehinaan itu dengan sabar,
maka semua itu jauh dari kenyataan yang sebenarnya dari ajaran
jabariah ini, yang mengajar orang supaya selalu berjuang dan
berusaha untuk memperoleh kerelaan Allah, untuk selalu berhati
teguh sebelum tawakal kepada Allah. Apabila orang belum
berhasil mendapat sukses sekarang, hendaknya terus ia berusaha
kalau-kalau besok ia berhasil. Harapannya yang selalu pada
Tuhan agar langkahnya mendapat bimbingan ke arah yang benar,
agar mendapat pengampunan dari segala dosa, adalah pendorong
yang paling utama untuk berpikir dan berusaha terus-menerus
dalam mencapai tujuan menurut kehendak Allah. KepadaNya ia
menyembah dan kepadaNya pula ia meminta pertolongan. Tempat
orang mengharapkan petunjuk batin, dan ke sana pula segalanya
akan kembali.

Sungguh besar kekuatan yang dibangkitkan oleh ajaran yang
tinggi ini kedalam jiwa manusia! Sungguh luas jangkauan
harapan yang dibukakan itu. Kita terbimbing kepada kebaikan
selama apa yang kita kerjakan memang karena Allah. Kalau kita
sampai disesatkan oleh setan, taubat kita pun akan diterima
selama pikiran kita dapat mengalahkan nafsu kita dan membawa
kita kembali ke jalan yang lurus. Jalan lurus ini ialah
undang-undang Tuhan dalam ciptaanNya, undang-undang yang akan
menjadi penyuluh kita dengan segenap hati dan pikiran kita,
serta dengan permenungan kita akan segala yang diciptakan
Tuhan. Dan kita pun mulai berusaha mengenal semua rahasia alam
itu.

Akan tetapi, apabila sesudah itu masih ada orang yang sesat
dan mempersekutukan Tuhan, masih ada orang yang mau melakukan
kerusakan di muka bumi ini, masih ada yang mau menutup mata
dari segala arti persaudaraan, maka itu adalah contoh yang
diberikan Tuhan kepada manusia guna memperlihatkan kekuasaan
Tuhan sehingga yang demikian itu kelak menjadi suatu teladan
buat mereka. Inilah keadilan dan rahmat Tuhan kepada seluruh
umat manusia. Orang tidak akan mencegah atau membatasi
melakukan semua itu. Tetapi hukuman yang akan diterimanya
sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya.

Akan tetapi, buat apa manusia berpikir, buat apa bekerja,
kalau maut itu memang selalu mengintai mereka! Bila ajal sudah
sampai sesaat pun tak dapat diundurkan atau dimajukan. Buat
apa manusia berpikir dan buat apa pula bekerja kalau orang
yang bahagia sudah ditentukan lebih dulu akan jadi bahagia,
dan yang sengsara akan jadi sengsara?

Ini adalah pertanyaan ulangan sengaja jawabannya kita
kemukakan supaya dapat kita lihat masalah ketentuan ajal ini
dari segi lain: Apa yang sudah ditentukan Tuhan lebih dulu
ialah undang-undang alam sejak sebelum alam itu diciptakan dan
sebelum difirmankan kepadanya 'Jadilah'! maka ia pun jadi.'
Dalam melukiskan ini tak ada yang lebih tepat dari firman
Allah ini "Tuhan kamu telah menetapkan sifat kasih sayang itu
dalam DiriNya." Ini berarti bahwa kasih sayang itu sudah
menjadi sifat Tuhan dan menjadi salah satu undang-undangNya
dalam alam semesta. Tak ada suatu kewajiban yang diharuskan
terhadap DiriNya. Kewajiban memang tidak seharusnya ada atas
Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini Allah berfirman:

"Kami tiada akan menjatuhkan siksaan sebelum Kami mengutus
seorang rasul."

Apabila ada suatu golongan yang sesat dan kepada mereka Tuhan
tidak mengutus seorang rasul, maka undang-undang Tuhan disini
berlaku - tiada seorang dari mereka akan dijatuhi siksaan.
Buat setiap orang yang beriman, tanda-tanda kebesaran Tuhan
dalam alam ini sudah wajar sekali, bahwa Tuhanlah yang
menciptakan alam. Apabila Tuhan sudah mengutus seorang rasul
kepada suatu golongan, kemudian berlaku hukum alam dan
kehendak Tuhan atas golongan itu, yaitu bahwa setelah diberi
petunjuk ada orang dari golongan tersebut yang masih tetap
mempertahankan kesesatannya, maka orang yang telah menganiaya
dirinya sendiri itu akan menjadi contoh buat orang lain.

Sungguh naive sekali untuk mengatakan bahwa orang yang telah
sesat ini diperlakukan tidak adil karena telah dijatuhi
hukuman atas kesesatannya, padahal kesesatan demikian memang
sudah termaktub lebih dulu (ditentukan) terhadap dirinya. Kita
mengatakan naive untuk tidak mengatakan merendahkan Tuhan,
sebab jalan pikiran yang paling tepat akan mengatakan kepada
kita, bahwa barangsiapa yang sesat, ia telah menganiaya
dirinya, bukan Tuhan yang menganiayanya.

Untuk menjelaskan ini cukup kiranya kita mengambil contoh
seorang ayah yang penuh kasih sayang mendekatkan api kepada
anaknya yang masih bayi. Kalau sianak memegangnya,
dijauhkannya api itu seraya memberi isyarat, bahwa api itu
panas. Kemudian secara berulang-ulang api itu didekatkannya
lagi kepada sibayi, tidak apa juga kalau jari bayi itu sampai
terbakar sedikit supaya dialami sendiri dalam kenyataan apa
yang sudah diperingatkan kepadanya itu dan supaya selalu
diingat selama hidupnya. Tetapi bilamana sesudah dewasa ia
masih mau memegang api atau menceburkan diri ke dalam api,
maka apa yang sudah menimpanya itulah ganjarannya, dan jangan
ayahnya yang disalahkan, jangan ada yang minta supaya sang
ayah mengalanginya dari perbuatan itu. Begitu juga misalnya
seorang ayah yang sudah memberi petunjuk tentang bahaya judi
atau minuman keras kepada anaknya. Maka bilamana sianak itu
kelak sudah dewasa dan dia melanggar juga apa yang sudah
dilarang oleh ayahnya lalu karenanya ia mendapat bencana, maka
bukanlah sang ayah yang kejam menganiayanya, sekalipun ia akan
mampu mencegah dari berbuat demikian. Sang ayah sama sekali
bukan kejam kalau membiarkan sianak sampai melanggar apa yang
sudah menjadi larangan, dan ini merupakan contoh buat keluarga
dan saudara-saudaranya yang lain. Begitu juga keluarga dan
saudara-saudara yang sampai ratusan atau ribuan jumlahnya
dalam sebuah kota yang memang banyak godaannya karena pengaruh
keadaan. Sudah cukup baik dan adil sekali kiranya kalau
konsekwensi yang tak dapat dihindarkan menimpa mereka sebagai
ganjaran terhadap perbuatan mereka sendiri. Itu akan dapat
memperbaiki keadaan anggota masyarakat yang lain, meskipun apa
yang telah menimpa anak-anak negeri yang aniaya itu sangat
disesalkan. Inilah contoh keadilan yang paling sederhana dan
berimbang sehubungan dengan masyarakat manusia kita ini,
seperti yang sudah kita lukiskan tadi. Apalagi bila kita
membayangkan dan membandingkan dengan alam semesta, dengan
makhluk-makhluk yang berjuta-juta banyaknya dalam luasan ruang
dan waktu yang tak terbatas! Apa yang sudah menimpa individu
dan masyarakat - karena perbuatannya sendiri - dalam bentuk
yang sudah tidak mampu lagi khayal kita membayangkannya, semua
itu baru merupakan contoh keadilan atau keseimbangan dalam
bentuknya yang sangat sederhana.

Kalau adanya kekejaman itu kita alamatkan kepada sang ayah,
karena dia membiarkan anaknya yang sesat itu harus menerima
ganjaran kesesatannya, pada hal kesesatan itu memang sudah
termaktub atas dirinya, maka juga beralasan sekali kekejaman
demikian itu kita alamatkan kepada diri kita sebab kita telah
membunuh seekor kutu yang sangat mengganggu, dikuatirkan akan
membawa penularan kepada kita, yang ada kalanya akan
menimbulkan bencana kepada masyarakat kalau ini sampai menular
kepada orang lain. Atau karena kita membuang batu dari dalam
kandung empedu atau ginjal kita sebab takut mengakibatkan rasa
sakit atau penderitaan, atau kita memotong salah satu bagian
anggota tubuh kita karena dikuatirkan bagian yang rusak itu
akan menjalar ke seluruh badan dan akibatnya akan fatal
sekali. Kalau semua itu tidak kita lakukan, karena memang
sudah termaktub atas diri kita, kemudian kita menderita atau
sampai mati karenanya, maka yang harus disalahkan akibat
bencana itu hanyalah diri kita sendiri, sebab Tuhan sudah
membukakan pintu penderitaan buat kita, sama halnya dengan
pintu taubat yang terbuka buat orang yang berdosa. Hanya
orang-orang bodoh sajalah yang rela menerima penderitaan
demikian itu dengan anggapan bahwa itu memang sudah termaktub
atas dirinya. Ini karena kedunguan dan ketololan mereka saja.

Sementara kita melihat kutu yang dibunuh, batu yang dibuang
dan dicabutnya anggota tubuh yang sakit sungguh adil sekali -
meskipun dalam hukum alam sudah termaktub, bahwa kutu akan
mengganggu dan akan membawa penularan penyakit kepada manusia,
batu dan anggota tubuh yang sakit akan mendesak bagian tubuh
yang lain sehingga dapat membinasakan - dengan melihat semua
ini bagaimana kita tidak akan menganggapnya suatu kebodohan
yang naive sekali, yang tak dapat diterima akal selain pikiran
egoistis yang sempit, yang melihat keadilan itu hanya dari
segi kita yang subyektif saja, dan tidak menghubungkannya
kepada seluruh masyarakat insani, atau lebih dari itu,
menghubungkannya kepada alam semesta?!

Apa artinya kutu, batu dan manusia dibandingkan dengan alam
ini? Bahkan apa artinya seluruh umat manusia dibandingkan
dengan alam? Dengan khayal kita yang sempit, kita berusaha
hendak membayangkan batas-batas alam yang luas, dengan ruang
dan waktu, dengan awal dan akhir, dan dengan segala kata-kata
yang semacam itu. Sudah tak ada jalan lain lagi buat kita akan
dapat membayangkan bentuk alam ini selain itu, karena memang
sangat terbatas sekali, sesuai dengan pengetahuan yang ada
pada kita, yang juga terbatas, dan masih sedikit sekali. Dan
yang sedikit ini sudah cukup memperlihatkan kepada kita bahwa
undang-undang Tuhan dalam alam ialah undang-undang yang
teratur dan seimbang, yang tak berubah-ubah dan
bertukar-tukar. Kita sampai mengetahui undang-undang ini
karena Tuhan menganugerahkan kepada kita pendengaran,
penglihatan dan jantung, supaya kita melihat segala keindahan
ciptaanNya ini, dapat memahami alam sesuai dengan
undang-undangNya itu. Maka kita pun mengagungkan kemuliaan
Tuhan, kita berbuat baik menurut yang diperintahkanNya. Dan
berbuat baik atas dasar iman, buat mereka yang mengerti ialah
suatu manifestasi ibadat yang paling tinggi kepada Tuhan.

Maut ialah akhir hidup dan permulaan hidup. Oleh karena itu
yang merasa takut mati hanya mereka yang menolak adanya hidup
akhirat dan merasa takut pada kehidupan akhirat karena
perbuatan mereka yang buruk selama dalam dunia. Mereka tidak
ingin mati mengingat adanya perbuatan tangan mereka sendiri.
Akan tetapi mereka yang memang sudah bersedia mati, ialah
orang-orang yang benar-benar beriman dan mereka yang berbuat
kebaikan selama hidup di dunia. Seperti dalam firman Allah:

"Dia Yang telah menciptakan Mati dan Hidup untuk menguji kamu
siapa diantara kamu yang lebih baik perbuatannya. Dia Maha
Kuasa, Maha Pengampun." (Qur'an, 67: 2)

Dan firmanNya lagi yang ditujukan kepada Nabi:

"Kami tidak pernah menjadikan manusia sebelum engkau itu kekal
selamanya. Kalau engkau mati, apakah mereka akan hidup kekal?
Setiap jiwa akan merasakan mati dan kamu akan Kami uji dengan
yang buruk dan yang baik sebagai suatu cobaan, dan kamu kelak
pun akan kembali kepada Kami." (Qur'an, 21: 34 - 35)

"Perumpamaan mereka yang dibebani membawa Kitab Taurat,
kemudian tidak mereka bawa, sama seperti keledai yang membawa
kitab-kitab besar. Buruk sekali perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Tuhan itu; dan Tuhan tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Katakanlah: 'Wahai
orang-orang yang menganut agama Yahudi, kalau kamu mendakwakan
bahwa kamu sahabat-sahabat Tuhan diluar orang lain,
nyatakanlah keinginanmu akan mati itu -jika benar-benar kamu
jujur. Tetapi kamu tidak akan pernah menyatakan keinginanmu
itu, karena perbuatan tangan mereka sendiri yang telah mereka
lakukan. Tuhan Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim
itu." (Qur'an, 62 :5 - 7)

"Dialah Yang telah mengambil jiwamu pada malam hari dan Dia
mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang harinya. Kemudian
kamu dibangkitkan kembali supaya waktu tertentu dapat
dipenuhi. Sesudah itu kepadaNya juga tempat kamu kembali.
Kemudian kepadamu diberitahukanNya apa yang telah kamu
kerjakan." (Qur'an, 6: 60)

Inilah beberapa ayat yang sudah jelas sekali menolak apa yang
dikatakan orang bahwa jabariah Islam itu mengajar orang
bertopang dagu dan enggan berusaha. Tuhan menciptakan maut dan
hidup untuk menguji manusia, siapa daripada mereka yang
melakukan perbuatan baik. Perbuatan dalam dunia dan balasannya
sesudah mati. Mereka yang tidak berusaha, tidak berjuang di
muka bumi ini, tidak mencari nafkah sebagai karunia Tuhan;
kalau mereka tidak mau menafkahkan harta mereka; kalau mereka
tidak mau mengutamakan sahabatnya meskipun mereka sendiri
dalam kekurangan, mereka telah melanggar perintah Tuhan.

Sebaliknya, bilamana semua itu mereka lakukan dengan baik,
perbuatan mereka akan diterima baik oleh Allah dan pada hari
kemudian mendapat pahala dan balasan yang baik. Tuhan akan
menguji kita dalam hidup kita ini dengan yang baik dan yang
buruk sebagai suatu cobaan. Dengan otak kita, kita juga yang
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Barangsiapa berbuat baik seberat atom pun akan dilihatnya,
barangsiapa berbuat keburukan seberat atom juga akan
dilihatnya. Kalau apa yang sudah menimpa kita itu bukan karena
sudah ditentukan Tuhan terhadap diri kita, niscaya itu akan
membuat kita lebih tekun melakukan kebaikan untuk melihat
hasil yang baik pula. Sesudah itu sama saja buat kita: adakah
Tuhan akan menjadikan kita manusia yang kuat, yang masih giat
bekerja, atau akan dikembalikan ke usia yang sudah pikun, yang
sudah tidak dapat kita ketahui lagi apa yang dulunya sudah
pernah kita ketahui. Kriterium atau ukuran hidup seseorang
bukanlah dari jumlah tahun yang sudah ditempuhnya, melainkan
dari perbuatan-perbuatan baik apa yang sudah dilakukannya
selama itu, dan yang akan menjadi peninggalannya. Mereka yang
sudah meninggal di jalan Tuhan (dalam berbuat kebaikan), dalam
pandangan Tuhan mereka hidup, di tengah-tengah kita juga
kenangan mereka tetap hidup. Berapa banyak nama-nama yang
tetap kekal selama berabad-abad karena orang-osrang itu telah
mengabdikan diri dan segala daya upayanya untuk kebaikan,
mereka itu berada di tengah-tengah kita yang masih hidup,
sungguh pun mereka telah berpulang sejak ratusan tahun yang
lalu.

"Apabila sudah tiba waktunya, mereka takkan dapat mengundurkan
atau memajukannya barang sedikit pun juga."

Inilah yang benar. Hanya ini yang sesuai dengan hukum alam.
Manusia sudah mempunyai batas waktu yang takkan dapat
dilampauinya. Sama halnya dengan matahari dan bulan, sudah
mempunyai waktu-waktu gerhana yang tidak berubah-ubah, tak
dapat dimajukan atau diundurkan. Waktu yang sudah ditentukan
ini lebih mendorong orang untuk berusaha dan melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik. Ia akan berusaha sekuat tenaga.

Ia tidak tahu kapan ia akan menemui ajalnya. Bilamana ajal itu
sampai maka balasannya apa yang sudah dikerjakannya. Di
hadapan kita setiap hari sudah ada buktinya bahwa ajal itu
takdir yang tak dapat dielakkan. Ada orang yang mati dengan
tiba-tiba dan orang tidak tahu apa sakitnya. Ada orang yang
sakit, yang sudah sekian puluh tahun menderita dan merintih
melawan penyakitnya itu sampai ia tua serta sudah tak
bertenaga lagi. Dari kalangan kedokteran dewasa ini ada yang
berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan dalam proses
pembentukannya sudah ada benih yang menentukan hidupnya. Jarak
waktu yang akan ditempuh oleh benih itu untuk mencapai
tujuannya yang terakhir dapat pula diketahui asal saja
benihnya sendiri dapat kita ketahui. Tetapi untuk mengetahui
benih ini bukan soal yang begitu mudah. Adakalanya ia dalam
bentuk fisik, tersembunyi dalam salah satu bagian dalam tubuh
- bagian yang penting atau tidak penting - adakalanya dalam
bentuk psychis dalam pikiran kita, bertalian dengan
lapisan-lapisan otak yang akan mendorong pihak yang
bersangkutan hidup berpetualang dan mau menghadapi bahaya,
atau sebagai pemberani. Allah mengetahui belaka semua itu. Dia
yang mengetahui saat kematian setiap manusia itu akan tiba,
menurut hukum alam, tanpa dapat diubah dan ditukar-tukar.

Sebagai tanda kasih sayang Tuhan, Ia tidak akan menjatuhkan
siksaan sebelum mengutus seorang rasul yang akan memberikan
bimbingan kepada manusia dalam mencapai Kebenaran serta
menjelaskan pula jalan kebaikan yang harus ditempuhnya.
Sekiranya Tuhan akan menghukum manusia karena perbuatan mereka
yang salah, niscaya takkan ada makhluk hidup di muka bumi ini
yang akan ketinggalan. Tuhan menunda mereka sampai pada waktu
tertentu sampai mereka dapat mendengarkan dan mau menerima
ajakan para rasul itu dan tidak sampai benar mereka terpesona
oleh godaan hidup duniawi. Tuhan tidak mengutus para rasul itu
dari kalangan raja-raja, orang-orang kaya, orang-orang
berpangkat atau dari kalangan orang cerdik pandai. Mereka
diutus dari kalangan rakyat jelata. Nabi Ibrahim tukang kayu,
ayahnya pun tukang kayu. Nabi Isa juga tukang kayu di
Nazareth. Juga tidak sedikit dari nabi-nabi itu yang tadinya
penggembala kambing, termasuk Nabi penutup Muhammad
'alaihissalam. Tuhan mengutus para rasul dari rakyat jelata
itu untuk memperlihatkan bahwa Kebenaran itu bukan menjadi
milik orang-orang kaya atau orang-orang kuat melainkan milik
orang yang mencari Kebenaran demi kebenaran semata. Kebenaran
yang azali, yang abadi, ialah orang yang baru sempurna imannya
apabila ia sudah dapat mencintai saudaranya seperti mencintai
dirinya sendiri.
(bersambung ke bagian 3/6)

---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D

oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah





20 Maret, 2009

Mengambil Sunnah dari Shiroh Nabi

Shiroh Rasulullah lebih kita kenal dengan Shiroh Nabawiyah
Bahasan kita adalah mengenai Shiroh Nabi besar Muhammad SAW.

Shiroh Nabi??
Shiroh yang menceritakan mengenai Perjalanan hidup Muhammad baik masa-masa yang berhubungan dengan beliau sebelum diangkat sebagai Nabi maupun setelah diangkat menjadi Nabi.
Perlunya mengkaji Shiroh Nabi??
Supaya kita mengetahui latar belakang dan arah langkah pergerakan dan perjuangan Nabi dalam mengemban tugas yang dipikulkan dipundak beliau. Dengan begitu, menjadikan satu acuan bagi penerus beliau dalam upaya mengikuti apa yang telah beliau perjuangkan.
Membandingkan kondisi di masa itu dengan kondisi kekinian.
Mengambil langkah dan tindakan yang tepat mengikuti petunjuk (fungsi shiroh) dari apa yang Nabi lakukan ketika menghadapi kondisi yang sama.

Dari pengkajian terhadap shiroh Nabi inilah kita nanti akan memahami kapankan sunnah itu menjadi sebuah acuan bagi amal hidup para pengikutnya.

Berbicara mengenai shiroh (sejarah) Nabi, pasti tidak akan lepas mengenai masa sebelum beliau dilahirkan, ketika beliau dilahirkan sampai dengan dewasa dan menikah, kemudian bagaimana beliau mendapatkan wahyu, selanjutnya bagaimana beliau mendakwahkan Dienullah sampai akhir hayatnya serta segala sesuatu yang melingkupi kehidupan beliau.

Berbicara mengenai sunnah Rasul, maka harus dilepaskan dari kisah atau shiroh dimana apa yang melingkupi Muhammad tersebut diluar dari misi dan tugas kerasulannya.
Bagian hidup dari Muhammad sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul, maka harus dikeluarkan dari koridor sunnah Rasul, karena sama sekali tidak ada hubungannya dengan misi dan tugas kerasulan.

Berawal dari turunnya ayat pertama kepada beliau,

05 Maret, 2009

Sunnaturrasul


Sebelum anda membaca bahasan Sunnaturrasul ini, lebih baiknya anda baca terlebih dahulu bahasan Shiroh kemudian Sunnatullah.



Mohon maaf, bahasan Sunnaturrasul juga sedang mengalami editing ulang.

Sunnatullah


Alangkah lebih baiknya, sebelum kita mengenal mengenai Sunnaturrasul, kita kenal dulu mengenai Sunnatullah. Supaya nanti kita tidak rancu dalam memahami Sunnah.



Mohon maaf, bahasan Sunnatullah saat ini juga sedang mengalami editing ulang.

SHIROH


Sebelum kita membahas mengenai Sunnah secara panjang lebar, anda harus mengkaji terlebih dahulu bahasan Shiroh ini, supaya kita bisa menempatkan sunnah pada proporsinya.
Shiroh
dan sunnah itu keterkaitannya sangat erat. Karenanya, kita tidak akan mengenal sunnah sebelum kita mengenal shiroh.
Secara bahasa, shiroh mempunyai arti perjalanan. Ada beberapa kata yang hampir semakna dengan kata shiroh ini. Yaitu, Syari'at (Qs 17: 2), Tarikh, Sabil (misal Sabilillah) dan Sunnah.
Diantara semua kata tersebut, satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan ketika kita membahas mengenai Islam. Nanti kita akan mengenalnya lebih dalam hubungan keterkaitan tersebut ketika kita membahas mengenai Syari'ah.
Di Indonesia, Shiroh/Tarikh lebih dikenal dengan kata sejarah.
Kata-kata yang berhubungan dengan makna sejarah dalam literatul Qur'an ada beberapa :
Yang pertama adalah kqosos (kisah), yaitu suatu berita yang sudah pasti adanya, terjadi pada masa lampau.
Yang kedua, An-Naba' dan Khabar (berita), juga a'lama (memberi tahu). Suatu berita tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi baik itu dimasa lampau, sekarang maupun yang akan datang.
Yang ketiga, asatiril auwalin. Cerita orang-orang dahulu (dongeng fiktif).
Ternyata, Allah memerintahkan kepada setiap umat yang hidup didunia ini untuk mengkaji Shiroh. (Qs Al A'raaf : 176 dan Ar Rum : 42)
Mempelajari sejarah merupakan proses berfikir dan mengamati.
Mengapa Allah memerintahkan umat manusia untuk mengkaji sejarah??
Sejarah bisa dijadikan sebagai.............
Tastbit, penguat terhadap keimanan
Mau'idhah, pengajaran tentang yang baik dan buruk, yang benar dan salah.
Tadzkirah, Peringatan supaya kita jangan mengiuti langkah-langkah orang yang salah dimasa lampau.
Ibrah, sebagai satu cerminan dan pembelajaran terhadap pelaku sejarah dikemudian hari
(Qs Hud : 120)
Tasdikq, sebagai pembenaran atas keimanan
Tafsil, Penjelas atas ketidak tahuan
Hudan, Petunjuk kepada jalan yang benar
Rahmat, Rahmat dan ketenangan bagi yang memahami dan mentauladaninya
(Qs Yusuf : 111 dan Ali Imran : 159)
Nakalan, Cambukan dalam hati untuk mengingatkan agar jangan keluar dari jalan yang benar

Kenapa kita perlu mempelajari shiroh (sejarah)??
Dengan shiroh, kita akan dapat banyak pengetahuan
Dengan shiroh, kita bisa menghargai dan mencela (untuk dihindari) hasil upaya para pendahulu
Dengan shiroh, menyadarkan akan eksistensi kita dimuka bumi

Ketika kita mengkaji shiroh, akan kita dapatkan banyak pelajaran akan eksistensi manusia dimuka bumi. Ternyata manusia mempunyai amanah yang juga diemban oleh para Rasul.
Amanah tersebut adalah...................
Amanah Bumi untuk dikelola dan dimakmurkan
Amanah Syari'ah berupa tata aturan untuk direalisasikan
Amanah Khilafah sebagai mandat dari Allah akan kepenguasaan Bumi dan seisinya

Ketika kita mengkaji shiroh (sejarah) dari zaman Adam AS. sampai saat ini, sejarah tidak akan lepas dari 2 (dua) Sunnah, yaitu sunnatullah dan sunnaturrasul.

Sunnatullah adalah alur perjalanan hidup dan peradaban manusia, dimana Allahlah yang telah mengatur dan menetapkannya. Alur kehidupan manusia yang tidak pernah akan berubah sepanjang masa.

Sunnaturrasul adalah alur perjalanan hidup dan peradaban manusia, dimana tumbuh berkembangnya adalah upaya dan campurtangan manusia. Alur kehidupan yang secara esensi akan berulang dan terus berulang hingga akhir zaman.
Dimana alur hidup dan kehidupan manusia tersebut senantiasa mengalami pasang-surut, bangkit dan terpuruk.
(harus kita bedakan antara peradaban manusia dengan peradaban teknologi)
Mengapa peradaban manusia mengalmi keterpurukan??
Sebabnya adalah.........................
Yang pertama dikarenakan adanya penyimpangan-penyimpangan syari'ah. Tata aturan yang telah ditetapkan untuk mengatur manusia supaya hidup teratur dan selaras sesuai dengan proporsinya, dilanggar dan dicampakkan demi menuruti hawa nafsu (keinginan diri) yang tidak akan pernah terpuaskan.
Yang kedua dikarenakan penyimpangan-penyimpangan 'ibadah (pengabdian). Seharusnya hanya Allah satu-satunya dzat yang harus di abdi. Ketika seseorang telah mengabdikan dirinya kepada satu makhluk ataupun bangsa dan negara (musryik), maka Allah akan menyimpangkannya lebih jauh lagi.
Yang ketiga dikarenakan penyimpangan-penyimpangan dalam sebuah komunitas. Baik menyelisihi terhadap kepemimpinan maupun penyelisihan terhadap program-program.
Lantas kapankah kebangkitan akan muncul dalam setiap masanya??
Yaitu ketika.....................................
Adanya orang-orang yang siap memikul tugas kerasulan. Memahamkan ayat-ayat Allah untuk mensucikan jiwa-jiwa yang kotor serta mengajarkannya ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum.
Kemudian adanya satu komonitas yang sanggup menerapkan ajaran-ajaran tersebut.
Selanjutnya adalah adanya kesinambungan antara ideologis yang dipegang dengan historis (shiroh para pendahulu yang juga memikul amanah yang sama)

Demikianlah kira-kira bahasan shiroh dan mengapa kita harus mengkaji shiroh. Selanjutnya silahkan kaji bahasan Shiroh Nabi

03 Maret, 2009

Mengenal Apa Itu Hadits??


Tahukah kita, bahwa dewasa ini terjadi penyimpangan makna dari kata SUNNAH????????.

Sunnah dewasa ini dipahami oleh sebagian besar umat islam dengan hadits Rasul yang shakheh. Kok bisa ya...????
Padahal dari segi bahasa saja khan sudah jauh dan sangat berbeda???
Sunnah khan artinya jalan atau proses atau ketetapan...........
Sementara hadits artinya perkataan atau berita atau khabar atau juga cerita.
Lantas bagaimana pula ya, menghubungkannya dengan kata Sunnatullah.......???

Wah..........keblinger kali ya, orang-orang yang menyamakan antara Sunnah Rasul dengan Hadits Rasul.....................??


Yuuuuuk...............................kita coba mencari jawabannya?!!

Kita coba dari kata hadits dulu ya.....?!

Hadits tadi khan artinya perkataan atau berita atau khabar atau juga cerita. Jadi hadits Rasul artinya perkataan atau berita atau cerita dari Rasul donk????
Akh...............sepertinya ga gitu dech!! (garuk2 kepala aku)
Masa hadits Rasul maksudnya cerita dari Rasul?? (mikir donk!)
Maksudnya gini nich!
Hadits Rasul adalah suatu perkataan atau berita atau cerita yang dibawa oleh seseorang atau beberapa orang yang mengabarkan tentang Rasul. Baik itu kehidupan beliau, pribadi beliau, perkataan beliau, maklumat beliau, apa-apa yang pernah beliau lakukan, ijtihad beliau, interaksi beliau dengan para shahabat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan beliau.
Jelas khan??
Jadi hadits itu hanya sekedar berita, .............. gitu!!
Namanya juga sekedar khabar ............... bagaimana kita harus terikat dengannya???
Kita hanya terikat dengan Sunnah/proses (baik Sunnatullah maupun Sunnaturrasul), bukan kepada khabar yang memberitakan ini dan itu, ......... gitu!!
Nanti kita akan bicara Sunnah!!
Kapan dan yang bagaimana sebuah hadits (sebuah berita) itu akan menjadi Sunnah (proses yang wajib dijalankan) bagi kehidupa kita?? Menjadi sebuah wajan/cetakan/percontohan bagi alur kehidupan kita.
Nanti kita akan bcara lebih jauh.
Sekarag kita kembali lagi ke Hadits.
Namanya juga sekedar khabar....?!
Bisa benar, bisa juga salah. Bisa shahih, bisa juga dho'if bahkan maudhu!!
Kalau pengen tahu lebih jauh mengenai keshahehan sebuah hadits, ya.... belajarlah kepada ahli hadits!!
Namanya juga sekedar khabar, ........ siapa yang mengabarkannya?
Makanya khan, setiap kali hadits itu di tuliskan atau dibacakan, tidak lupa senantiasa disertakan siapa periwayatnya. Maksudnya adalah, supaya kita tahu berita yang dibawakan tersebut, dari siapa?! Gitu!
Namanya juga khabar ....... ya ........ itulah khabar!
Apa yang ada pada diri Rasul dan apa yang pernah beliau katakan dan beliau lakukan pasti ada saja yang mengabarkannya atau menceritakannya kepada orang lain dari kalangan shahabat ataupun shahabiyah.
Cara bersisir beliau, cara berpakaian beliau, cara bejalan beliau, cara makan beliau, tidur beliau, canda tawa beliau, apa yang beliau suka dll, pasti ada yang mengabarkannya. (telepas shaheh tidaknya ya?)
Apakah semua itu lantas menjadi Sunnah??? Sebuah wajan atau cetakan atau prototipe atau percontohan alur hidup yang musti kita jalani??
Nanti kita akan bahas secara obyektif pada bahasan Sunnah.
Ketika saya menceritakan peri kehidupan atau perkataan dari seseorang yang saya kenal, kemudian orang yang saya kenal menceritakannya kembali kembali kepada orang lain dan begitu seterusnya. Berita atau cerita yang saya bawa hingga sampai kepada orang yang terakhir, inilah dalam bahasa arab dikatakan sebagai hadits. Orang-orang yang membawa khabar berita tersebut inilah yang disebut sebagai perawi (periwayat).
Lantas apakah khabar dari saya tadi kemudian sampai kepada orang yang terakhir itu sama persis format ceritanya??
Kecil kemungkinannya khan??
Tapi tidak menutup kemungkinan bisa sama persis. Atau paling tidak mendekati kepada format cerita dari awalnya.
Tapi kemungkinan besarnya adalah terjadinya pengurangan atau penambahan dari format awal cerita yang dibawa atau bahkan menyimpang sama sekali.
Nah....... ilmu dalam mempelajari tentang periwayatan kepada sebuah cerita atau hadits Rasul itu ada, yang mengakibatkan terkategorinya sebuah hadits tersebut menjadi hadits shakheh, khasan, dhaif atau maudhu.
Coba dech tanya kepada para pakarnya (ahli) hadits.
Jadii................................................................................
Untuk bisa mengatakan bahwa sebuah hadits itu shakheh, sangat kecil kemungkinannya.
Artinya, dari sekian juta hadits Rasul yang berkeliaran dimuka bumi ini, tidak ada sepuluh persennya yang bisa dikatakan sebagai hadits yang shakheh.
Lantas apakah iya juga para shahabat mengeluarkan hadits (membuat cerita) mengenai Rasulullah hanya berkisaran pada apa yang dikatakan sebagai hadits yang shakheh tersebut?
Pasti jauh lebih banyak khan? Bahkan bisa berpuluh atau bahkan beratus kali lipat banyaknya. Cuma, karena kedhaifan manusia yang memang diciptakan oleh Allah penuh dengan kelemahan mengakibatkan hadits-hadits yang dikeluarkan oleh para shahabat yang pasti berjuta jumlahnya, tidak sampai kepada kita saat ini.
Nah...... sekarang, coba kita berfikir lagi.
Jika hadits itu disamakan dengan sunnah, yang padahal sunnah itu adalah mengikat kepada setiap mu'min, lantas bagaimana terhadap hadits-hadits yang dikeluarkan oleh para shahabat yang berjuta jumlahnya tadi yang beritanya hilang ditelan zaman dan tidak sampai kepada kita hari ini???
Apakah kemudian kita hari ini menjadi orang-orang yang ingkar sunnah??? Karena banyaknya hadits-hadits yang tidak sampai kepada kita, yang menyebabkan kitapun tidak dapat melaksanakan.
Kembali berbicara Hadist.
Namanya juga khabar.............................
Khabar yang memberitakan mengenai Rasulullah.
Anehnya lagi, hal yang menceritakan mengenai Muhammad sebelum beliau diangkat sebagai Rasul, itupun dianggap oleh sebagian orang sebagai Sunnah.
Misalnya, Muhammad menikah diumur 25 tahun, dikatakan sebagai Sunnah. Sehingga ada sebagian orang yang mengikuti hal tersebut demi mengikuti Sunnah Rasul.
Kalau bener seperti itu, ya.... harusnya dia menikahi janda kaya donk!!!!...............???????
Dan banyak sekali hal-hal yang nyleneh seperti ini.
Namanya juga khabar.................................
Salah satunya adalah khabar yang menceritakan mengenai apa-apa yang dikatakan oleh Rasul mengenai berita dari Allah akan kehidupan masa lampau maupun yang akan datang. Termasuk kehiduan akhirat.
Cerita seperti ini biasa disebut sebagai hadits kutstsi. Berita dari Allah, akan tetapi bukanlah bagian dari Al-Qur'an.
Bagaimana mungkin hadits-hadits kutstsi adalah sunnah?? Jalan yang selayaknya kita lalui selama kita hidup dimuka bumi dalam upaya menggapai Ridho Ilahi.
Contohnya, dalam beberapa hadits kutstsi mengabarkan tentang kehiduan orang-orang di Syurga dan Neraka. Hanya sekedar cerita, tidak ada tindak lanjut kearah sebuah perintah atau larangan.
Bandingkan dengan literatul Al-Qur'an yang senantiasa diikuti dengan perintah atau larangan.
Lantas dimana letak sunnahnya dari hadits kutstsi yang diatas tadi???
Jadiii.........................................................................
Hadits itu adalah sebuah khabar berita yang menceritakan.
Hadits bisa jadi hanya sekedar cerita dan berita saja, tapi bisa juga cerita dan berita tadi menjadi suatu sunnah yang harus diaplikasikan oleh setiap mu'min dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Saya kira bahasan kita mengenai Hadits kita cukupkan dulu sampai disini, kalau ada yang tertarik dan memberikan masukan, silahkan kirimkan posting anda ke alamat email saya yang tercantum dibawah.

Selanjutnya, kita coba
mengupas lebih jauh mengenai bahasan Sunnah. Silahkan klick disini.




KEPEMIMPINAN


Seungguhnya Pemimpin kalian hanyalah Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang Beriman: yaitu orang-orang yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat serta mereka tunduk (kepada Allah) --> Qs Al Maidah:55

Setiap komonitas manusia sekecil dan sesederhana apapun, tidak akan lepas dengan keorganisasian dan kepemimpinan, kapanpun dan dimanapun berada. Bahkan komonitas suku di pedalaman sekalipun pasti ada kepala sukunya. Karena memang harus ada yang mengkoordinir setiap kegiatan kemanusiaan dan kemasyarakatan. maka menjadi sebuah Sunnatullah bahwa seecara sosial, setiap aktifitas dan komonitas manusia membutuhkan keorganisasian dan kepemimpinan. Itulah fitrah-Nya
Islam mengajak umatnya untuk senantiasa berjalan diatas fitrah-Nya.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada dien (Allah). Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah)Dien yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Qs. Ar-Rum: 30)
Bayangkan apabila sebuah Perusahaan tanpa kepemimpinan, pasti kekacauan yang terjadi. Tiap bagian bekerja sekehendaknya sendiri-sendiri. Tidk ada kerjasasama. tiap karyawan bekerja semaunya sendiri, tidak ada yang mrngelola dan mengatur pekerjaan mereka. Maka bagaimn mungkin Perusahaan dapat berproduksi. bagaimana pula bisa bersaing dengan Perusahaan lain.
Bayangkanlah andaikata Negeri ini tanpa kepemimpinan, tidak ada Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Kades bahkan tidak ada Ketua RT sekalipun. Maka siapa yang akan menata kehidupan bermasyarakat?
Pasti kekacauan yang terjadi. Karena pasti tidak akan berlangsung sistem perundangan dan hukum dalam masyarkat. Masyarakat berlaku dan berbuat semaunya. Saling sikut, saling hantam, saling jegal, saling terjang, bahkan saling bunuh untuk memenuhi hajat hidupnya masing-masing.
Seharusnya kita memahami Islam adalah sebagai suatu organisasi ideal, bukan sekedar ruang spiritual yang mengajak umatnya berbuat kebaikan. Islam sebagai sebuah organisasi adalah sebuah sistem yang mengatur umatnya dengan segala perangkat yang menunjang berlangsungnya penataan kehiduan. Maka dalam tubuh Islam layaknya memiliki bermacam kelembagaan penunjang, dari lembaga pendidikan, lembaga keuangan, lembaga sosial, lembaga peradilan, lembaga kontrol, bahkan musti ada lembaga pertahanan dan keamanannya.
Untuk menata segala erangkat tersebut, tidak akan mungkin berjalan sendiri-sendiri. Maka dibutuhkan keemiminan yang menata dan mengatur berjalannya setia kegiatan kelembagaan, kemasyarakatan dan pengabdian manusia keada Robbnya. Dimana pertanggungjawabannya adalah langsung kepada Allah.
Kepemimpinan didalam Islam adalah mutlak, demi mewujudkan keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat dan pengabdian kepada sang khaliq. Tanpa kepemiminan, yang terjadi adalah terpecah-belahnya umat dan terombang-ambingnya mereka dalam kesesatan. Satu sama lain saling menjelekkan, karena tidak ada yang melegalisasi peraturan dan perundangan demi kemaslahatan umat.
Kepemimpinan dalam islam adalah amanah dari Allah. Bukan seperti anggapan kebanyakan manusia yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah amanah rakyat (manusia). Maka dalam melaksanakan tugas kepemimpinan harus sesuai dengan kehendak Si Pemberi amanah (Allah), meskipun tidak sejalan dengan yang diinginkan oleh kebanyakan manusia.
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara konsep pemikiran Demokrasi dengan konsepsi Islam. Dalam demokrasi, kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat (manusia). Sehingga ketika kebanyakan manusia menginginkan sesuatu, meskipun itu bertentangan dengan kehendak Allah, itu menjadi legal. Prostitusi, aborsi, pergaulan bebas, minuman keras, narkoba, ghibah dan berbagai macam kemaksiatan menjadi legal ketika sebagian besar manusia membolehkannya. Sementara dalam Islam mengajarkan, kedaulatan tertinggi ditangan Allah, yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemimpim umat Islam (Pemerintahan Islam). Kepemimpinan Islam inilah yang akan menata kehidupan umat manusia dengan peraturan dan perundangan yang telah diwahyukan oleh Allah. Namun demikian, mekanisme pemiihan dan pengangkatan kepemimpinan Islam tersebut tetap diserahkan kepada manusia dengan tidak keluar dari koridor kebenaran.
Karena kepemimpinan merupakan ssalah satu perangkat vital dalam penataan kehidupan sosial dan peribadahan, maka dalam memilih seorang pemimpin Allah telah memberikan batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, supaya tidak terjadi penympangan dalam pelaksanaan amanah kepemimpinan tersebut.
Batasan tersebut antara lain :
  1. Jangan memilih pemimpin dar umat Yahudi dan Nasrani (Qs 5:51)
  2. Jangan memilih pemimpin dari kalangan Utul Kitab (orang yang telah datang kitabullah kepadanya tapi enggan menegakkannya sebagai konsepsi hidupnya, Qs 5:57)
  3. Jangan memilih pemimpn dari kalangan orang-orang Kafir (orang yang terang-terangan menolak untuk hidup tertata dengan aturan Allah, Qs 5:57)
  4. Jangan menjadikan musuh Allah dan musuh orang-orang bermansebagai Pemimpin (Qs 60:1)
  5. Pilihlah pemimpin hanya dari golongan orang-orang yang beriman yang senantiasa beripaya dengan harta dan jiwanya menegakkan kalimatillah dimuka bumi (Qs 5:55-56, 49:15)

Apabila kita melanggar batasan-batasan diatas, termasuklah kita kedalam golongan orang yang dipilh sebagai pemimpin tadi.

Bagaimanapun juga, tegakkanya kepemimpinan adalah suatu fitrah manusia. Islampun mewajibkan umatnya untuk senantiasa berada dalam sebuah kepemimpinan islam. Seperti yang diamanahkan oleh Rasulullah kepada umatnya melalui Hudzaifah ibnul Yaman.

........... "Hendaklah engkau senantiasa berada senantiasa berada dalam jama'ah kaum Muslimin dan Imam mereka". Aku bertanya, "Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam bagi kaum Muslimin?" Rasulullah menjawab, "Maka hendaklah engkau tinggalkan semua golongan (firqoh) yang ada, meskipun engkau terpaksa memakan akar kayu, sehingga maut merenggut jiwamusedangkan engkau tetap berada dalam keadaan demikian". (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi tidak ada kata nanti atau tunggu untuk saat ini juga mari kita tegakkan dan munculkan sebuah kepemimpinan Islam. Jika dalam pandangan kita muskil karena keterbatasan keilmuan kita, mari kita cari saat ini juga sebuah kepemimpinan islam yang hak lantas kita beriman kepadanya untuk mengamankan diri supaya hidup kita tertata dengan aturan Allah.

Adakah itu???? Yakinlah bahwa pasti ada!! Bumi Allah yang sangat luas ini pasti tidak akan Allah sia-siakan begitu saja.