11 Desember, 2009

Khalifah dan Khilafah

Untuk lebih detilnya lagi, coba saya posting tulisan saya mengenai apa itu khilafah. Karena ternyata banyak yang menyalah artikan kata Khilafah, bahkan termasuk mereka2 yang bercita2 ingin tegaknya khilafah.

Untuk membahas mengenai khilafah islamiyah, maka kita tidak bisa melepaskan dari satu bahasan penting,
Yaitu tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada seluruh umat manusia dibumi sejak dari zaman Adam AS s/d akhir zaman.
Allah berfirman dalam QS Al Baaqarah : 30... Lihat Selengkapnya
Ingatlah keika Rabb kalian berfirman kepada para aparatnya, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah dimuka bumi". Mereka berkata, "Mengapa Engakau hendak menjadikan dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau?" Rabb berfirman, "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui".

Khalifah berarti pengganti atau dalam bahasa kita sekarang adalah wakil atau mandataris.

Jadi, digelarnya kehidupan manusia di bumi, sebenarnya adalah untuk menjadi wakil Allah alias Mandataris Allah di muka Bumi.
Jika bahasan Khalifah terhenti hanya pada ayat diatas, maka kita pasti bingung.
Maka Allah melanjutkannya dengan beberapa ayat selanjutnya, dimana ini berkaitan dengan siapa yang berhak memegang mandat dari Allah tadi.

Diayat-ayat selanjutnya, Allah menerangkan dan mewanti-wanti agar tidak mengikuti bujuk rayu syaithan.
... Lihat Selengkapnya
Dari ketergelinciran manusia mengikuti langkah2 syaithan inilah yang mengakibatkan terpecah belahnya manusia untuk saling bermusuh2an.

.................. dan Kami berfirman, "Keluarlah kalian! Sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS Al Baaqarah : 36)

Perseteruan antara Al Haq dan Bathil, bahkan antara Bathil dengan Bathil akan senantiasa ada sampai akhir zaman.
khilafah yang sebenarnya dipanggulkan kepada setiap Al Bashar (Manusia).

Sesungguhnya, secara naluri dan fitrawi setiap manusia normal memiliki potensi dan kemampuan untuk meaksanakan tugas dari Allah tersebut.

Allah telah memberikan bekal kepada seluruh umat manusia berupa An Nafs (jiwa) yang dengannya manusia dapat berfikir dan berimajinasi. Bermodal dari itulah manusia dapat berupaya dan berkreasi.... Lihat Selengkapnya

Diawal telah saya sampaikan bahwa manusia adalah wakil Allah dimua bumi yang bertugas untuk memakmurkan bumi (QS 11: 61)

Dari modal yang diberikan Allah kepada manusia tadi, maka dapatlah kita saksikan sampai saat ini dengan terjadinya dinamisasi di muka bumi dengan adanya hasil karya manusia.
Jadi itulah potensi yang diberikan Allah kepada manusia untuk menjadi pengatur bumi dalam rangka memakmurkannya.

Akan tetapi, Jika kemudian yang terjadi adalah kerusakan dan pengrusakan atas apa yang diamanahkan kepada manusia, bukan karena salah Allah atas ketentuan-Nya terhadap manusia. Akan tetapi dikarenakan manusia yang tidak mau menggunakan aturan dari Dia yang memberi amanah.

Ketika Allah mengutus manusia (dimulai dari Adam AS), Allah sudah memberikan wejangan agar senantiasa berpegang kepada ayat2-Nya (peraturan dan perundangan-Nya).... Lihat Selengkapnya

Rangkaian kisah pemberian mandat oleh Allah kepada Manusia diakhiri dengan satu wejangan dari Allah
Kami berfirman, "Keluarlah kalian semua surga itu! Kemudian jika datang Petunjuk(ayat2)-Ku, kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti Petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Adapun orang-orang yang kafir dan menustakan Ayat2 Kami, mereka itu penghuni Neraka; mereka kekal didalamnya. (QS Al Baaqarah : 38-39)
Maka jelas, orang yang berhak memegang tanggung jawab wakil Allah dimuka bumi adalah mereka yang memegang Aturang Allah dalam rangka memakmurkan bumi.

Namanya juga wakil atau mandataris, maka pasti ia akan mempresentasikan atas apa yang diwakilinya.

Yang diwakili adalah Allah, maka untuk mempresentasikan bahwa itu adalah kepentingan Allah, tidak bisa tidak melainkan mengikuti apa yang dimaui Allah melalui surat2 beliau (ayat2-Nya) yang ditujukan kepada manusia.
Jadi amanah kekhalifahan adalah amanah individu dari setiap manusia. (Karena Allah berbicara tentang tugas yang diamanahkan kepada manusia ini, Dia menggunakan kata Al Bashar, bukan Al Insan atau An-Naas)

Apakah si manusia mau atau tidak melaksanakan, dikembalikan lagi kepada individu masing2.
Artinya, Apakah manusia mau berpegang teguh kepada ayat2 Allah atau tidak, dikembalikan kepada masing2.
... Lihat Selengkapnya
Karena Allah telah menunjukkan 2 jalan
"Faal hamaha fujuurahaa wataqwaaha"
Jadi, sesungguhnya, setiap manusia, baik laki2 maupun perempuan adalah khalifatullah fil ardl, jika mereka berpegang teguh kepada aturan Allah.

Berbicara khalifah, tidak bisa lepas dari Al Ardl (bumi) sebagai hamparan tempat manusia menjalankan amanah.
Karenanya, berbicara khalifah adalah berbicara mengenai hubungan manusia dengan alam (dalam rangka memakmurkan).
... Lihat Selengkapnya
Karenanya, setiap manusia yang merasa memiliki amanah khehalifahan ini, bertanggung jawab untuk memakmurkan setiap wilayah yang berada dalam kuasanya berdasarkan aturan2 Allah.

Setiap perempuan bertanggung jawab atas apa yang dikuasakan atas dirinya. Setiap kepala keluarga bertanggung jawab atas keluarganya. dan setiap individu bertanggungjawab atas individunya masing2 untuk senantiasa berada dalam aturan2 Allah.
Lantas bagaimana jika seorang Individu, atau seorang perempuan atau sebuah keluarga tidak bisa melaksanakan tugas / amanah khalifah ini dikarenakan halangan dari sistem dan kultur dari lingkungan yang berada disekitarnya??
Jika seseorang terhalang dalam melaksanakan amanah Allah ini, maka ia berhak dan wajib untuk menyingkirkan penghalang tersebut. Karenanya, upaya menghilangkan penghalang dalam rangka menjalankan tugas Amanah Allah adalah bagian dari amanah itu sendiri.

Suatu yang sifatnya wajib, tidak bisa terlaksana kecuali jika terwujudnya hal (sepertihalnya shalat tidak sah sebelum wudlu), maka hal tersebut menjadi wajib pula.
... Lihat Selengkapnya
Jika satu keluarga yang ingin menjalankan aturan Allah secara total terhalang oleh adat dan lingkungan, maka menjadi satu kewajiban pula membebaskan diri dari belenggu adat dan lingkungan tersebut. Jika tidak bisa melepaskan diri, maka menjadi kewajiban pula merubah adat dan lingkungan agar menjadi kondosif, bahkan mendukung apa yang menjadi tugasnya.
Sementara berbicara Al Ard,.......
Bukan sekedar berbicara lingkungan sekitar khan??
Berbicara khalifatullah fil Ardl,..................
Maka berbicara bumi secara keseluruhan.
... Lihat Selengkapnya
Tapi kita jangan bicara jauh-jauh dulu.

Mari kita bicara satu wilayah dulu. Pulau Jawa misalnya.

Untuk mewujudkan mandat dari Allah demi memakmurkan pulau jawa ini, mustahil jika setiap orang akan berjalan sendiri2 dalam menjalankan amanah yang dipanggul di pundak mereka masing2

Maka diperlukan satu koordinasi yang saling berhubungan dan saling menguatkan, sehingga tidak terjadi penumpukan kerja dan tumpang tindih serta tabrakan antara satu kerja dengan kerja yang lain.

Koordinasi inilah yang kita kenal sekarang dengan kelembagaan.
Satu kelembagaan yang mengumpulkan para pemangku mandat khalifah demi terbaginya kinerja secara merata sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya masing2.

Sebuah kelembagaan tidak akan mungkin bisa bekerja tanpa adanya struktur kelembagaan.

Kelembagaan inilah yang dikenal dengan khlilafah (Tempat berkumpulnya para pemangku amanah khalifah demi mewujudnya aturan Allah dalam rangka memakmurkan bumi).
Sekarang kita bicara mengenai bentuk kelembagaan khilafah tersebut.

Ingat, bahwa tugas khalifah bukan sekedar tugas dari umat Rasulullah Muhammad saja. Tapi tugas ini sudah menjadi tugas manusia sejak Adam AS sampai akhir zaman.

Karenanya, Kelembagaan khilafah inipun sudah pula ada sejak zaman Adam AS.... Lihat Selengkapnya

Bentuknya bisa berbagai macam, yang sering dikenal adalah bentuk monarki/kerajaan.
Contohnya adalah Yusuf, Daud dan Sulaiman.

Ada pula yang bentuknya satu bani/kabilah
Contohnya adalah Ya'qub (Isyra'el)

Adapula yang bentuknya karena atas ketokohan dalam masyarakat
Contohnya adalah Isma'il.

Tapi ada pula yang tersetruktur dengan rapi dari mulai pimpinan sampai dengan struktur2 dibawahnya.
Sepertihalnya masa khilafah Islam.
Jadi intinya, Khilafah Islamiyah adalah sebuah kelembagaan yang mengusung/menjadikan Undang-Undang Allah sebagai acuan dalam melaksanakan kelembagaan, dimana kelembagaan ini bergerak demi mewujudnya kemakmuran bumi melalui cara membumikan aturan2 Allah.

Kelembagaan (khilafah) Islam ini, bentuknya bisa apa saja. Sesuai dengan perkembangan pemikiran dan peradaban manusia. Untuk saat ini, tidak menutup kemungkinan berbentuk Presidensil. Selama proses penyelenggaraan kelembagan tidak menyalahi dari koridor2 yang telah Allah dan Rasul-Nya gariskan.

Salah satu contoh konsep yang melanggar koridor2 Qur'an adalah faham Demokrasi.... Lihat Selengkapnya
Faham ini menyatakan bahwa 'Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan". Juga menyatakan bahwa 'kebenaran ada ditangan mayoritas'.
Sementara Allah menyatakan dalam Qur'an Surah Al An'am : 116
Dan Jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang dimuka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari Jalan allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta.
Mari sekarang kita bicara bagaimana membangun KHILAFAH ISLAMIYAH.

Tadi saya sudah bicara, bahwa bahasan khilafah tidak akan lepas dari bahasan khalifah.
Dimana khilafah adalah satu kelembagaan bagi bergabung dan berkumpulnya para pemangku mandat khalifah untuk mewujudkan Program2 Allah dimuka bumi.
... Lihat Selengkapnya
Oleh karenanya, langkah awal yang musti dibangun adalah menyadarkan setiap manusia bahwasanya mereka adalah Khalifatullah fil Ardl. Mereka adalah Wakil Allah dimuka bumi yang bertanggungjawab memakmurkan bumi. Dan dalam rangka itu, maka mereka harus melaksanakannya berdasar rambu2 yang telah diberikan oleh Sang Pemberi Mandat melalui Ayat2-Nya.

Ketika satu/dua orang telah sadar dan memahami akan tanggung jawab ini, maka secara sadar pula, mereka akan membuat (bergabung kedalam) satu komonitas para khalifatullah.

Ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial (An Naas) dimana seorang manusia pasti membutuhkan manusia yang lain.
Tidak akan mungkin seorang manusia dapat melaksanakan tanggungjawab khalifah tanpa peran serta manusia yang lain.

Ketika komunitas para khalifatullah ini semakin besar dan semakin banyak, maka tanggung jawab yang diemban oleh komonitas tersebut-pun akan bertambah banyak dan semakin kompleks pula.
Oleh karenanya dibutuhkan satu penataan yang terstuktur (kelembagaan) yang mengatur akan tugas dan tanggung jawab setiap individu.
Ada yang jadi Dokter, petani, nelayan, pekerja, pengusaha, sopir dll yang mereka bekerja secara profesional berdasarkan job yang ada pada mereka.
Ada yang jadi Pemimpin, wakil, penasehat, pendidik dan yang jadi umat. Semuanya sadar dan bertanggung jawab atas peran yang berada dipundak mereka.

Dan untuk mendidik manusia agar sadar akan tugas dan tanggung jawab-Nya, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah Tabligh (Penyampaian) dan Dakwah (seruan kepada Al Haq)
Ketika Nabi Nuh AS berupaya membangun wadah (lembaga) ke-Khilafahan, melalui petunjuk Allah, kita perhatikan apa sambutan dari mereka yang tidak suka.

Ketika Nabi Nuh Membangun kapal sebagai wadah (lembaga) awal wujudnya ke-khilafahan, maka cacian dan hinaan yang beliau terima, jauh lebih keras daripada apa yang dialami oleh umat zaman ini. Beliau bukan sekedar dikatakan sebagai 'PEMIMPI', bahkan lebih dari itu, Beliau dikatakan oleh orang2 yang menentangnya (AL KAAFIRUUN) sebagai 'ORANG GILA'.

Jadi................... Lihat Selengkapnya
Apakah kamu akan mengaku sebagai orang yang beriman, sementara belum datang cobaan sebagaimana yang telah dialami oleh orang2 terdahulu??
ketika khekhalifahan islam dahulu berjaya di dunia sejak masa Umar bin Ktattab, setiap negeri yang dibebaskan, diberi kebebasan pula untuk menata struktur pemerintahannya masing2.

Yang terpenting adalah bahwasanya umat islam merdeka dalam melaksanakan aturan-aturan Qur'an dalam kehidupannya, kemudian sistem hukum benar2 diterapkan dalam kehidupan (bukan sekedar simbol dan bacaan).

Selanjutnya, para pelanggar hukum ditindak dengan seadil2nya.... Lihat Selengkapnya
Yang terpenting adalah bahwasanya umat islam merdeka dalam melaksanakan aturan-aturan Qur'an dalam kehidupannya,

Artinya, Setiap orang islam harus melaksanakan aturan2 qur'an secara totalitas tanpa ada yang boleh menghalang2-i.
Apabila ada yang menghalangi-nya, maka harus dilawan dan disingkirkan atau ditinggalkan.
Apabila ada adat/tradisi yang tidak sesuai dengan tatanan qur'ani, maka setiap orang muslim wajib meninggalkannya. (Jika tidak mau meninggalkannya, jangan ngaku2 orang muslim).
Setiap Muslim Wajib berhukum dengan hukum2 Allah. (Jika tidak mau, tidak boleh diakui pula sebagai orang Islam)
Sesunggunya para pemikul risalah adalah Para khalifatullah.

Karenanya semua kelembagan yang lahir dari para pemikul risalah demi ter-bumikannya Al Qur'an, adalah lembaga khilafah.
Baik itu Monarki yang diterapkan oleh Daud dan Sulaiman ataupun Yusuf.
Maupun khalifah Islam yang di praktekkan oleh semua khulafa'urrasyidah.... Lihat Selengkapnya

Jangan lupa pula, bahwa Dinasti Utsmaniyah maupun Abasiyah lebih bercorak Monarki.

Adapun praktek sunnah mengenai Bai'ah yang menjadi syarat mutlak pengakuan kekhalifahan pasca Muhammad rasulullah, adalah berbicara mengenai ikrar untuk terikat dengan kepemimpinan dalam khilafah.

Sementara berbicara sistem pemerintahan,
Kalo kita melihat dari mulai Khalifah Abubakar Assyidik s/d Ali bin Abi Thalib saja.......... terjadi banyak perubahan dan pengembangan dalam sistem pemerintahannya.
Bentuk khilafah pasca Muhammad adalah Ijtihad Para shahabat.
Jikapun kurang tepat, maka bernilai satu (dimata Alah)
Jika benar, maka bernilai dua (dimata Allah)

Adapun dimasa Rasulullah Muhammad, bentuk lembaga Khilafah yang dijalankan olehnya sesuai dengan kondisi saat itu pula.... Lihat Selengkapnya

Intinya, Lembaga khilafah itu wajib ada bagi Umat muslim dimanapun dia berada.
Adapun bentuk, bisa dimusyawarahkan bersama para pakar yang berkompeten akannya (Ulama).

Wallahua'lam Bisshowab.

Pengertian BAI'AH

Bai’ah
Kita mulai pembahasan ini dengan definisi bai’ah secara etimologi maupun terminologi. Bai’ah secara bahasa ialah berjabat tangan atas terjadi jual beli, dan untuk berjanji setia dan taat. Bai’ah juga mempunyai arti : janji setia dan taat. Dan kalimat “qad tabaa ya’uu ‘ala al-amri” seperti ucapanmu (mereka saling berjanji atas sesuatu perkara). Dan mempunyai arti : “shofaquu ‘alaihi” (untuk perjanjian dengannya). Kata-kata “baaya’tahu” berasal dari kata “al-baiy’u” dan “al-baiy’atu” demikian pula kata “al-tabaaya’u”.

Bai’at Secara Istilah (Terminologi) : Berjanji untuk taat”.

Makna bai’ah dalam Al Qur’an
1. Bermakna jual beli.
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar. (QS At Taubah ayat 111)

2. Bermakna Janji Setia
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (QS. al-Fath (48) : 10)
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. al-Fath (48) : 18)

Bai’ah berdasarkan Sunnah yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah, diantaranya :
1. Bai’ah Aqobah
Abdullah bin Rawahah berkata kepada Rasulullah , pada malam Perjanjian Aqobah (Bai’at Aqobah), “Tentukanlah syarat sesukamu yang harus kami penuhi untuk Robbmu dan untuk dirimu yaa Rasulullah”. Maka Beliau Saw bersabda: “Aku menentukan syarat untuk Robbku agar kalian menyembahnya dan agar kalian tidak menyekutukan sesuatu apapun dengannya dan aku menentukan syarat untuk diriku agar kalian melindungiku sebagaimana kalian melindungi jiwa dan harta kalian”. Para sahabat bertanya: “apa imbalannya jika kami menepatinya ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab “SYURGA”. Merekapun berseru: “Betapa menguntungkan jual beli ini, kami tidak mau mengganti dan tidak ingin diganti”. Maka turunlah ayat ini (QS. 9 :111) artinya mereka sudah puas dengan harga syurga yang Allah tawarkan untuk membeli diri dan harta mereka sehingga tidak akan pernah menerima tawaran lain sebagai penggantinya bahkan mereka tidak pernah mau mendengar tawaran lain berupa apapun yang ditawarkan kepada mereka untuk memalingkan mereka dari Jihad Fiesabilillah. Yang dapat membatalkan syurga yang dijanjikan Allah itu, meskipun dengan seluruh isi dunia. Selama hayat dikandung badan, mereka bersungguh sungguh menjaga perjanjian mereka itu, bersiap siaga kapan saja untuk menepatinya, untuk mendapatkan keuntungan yang tiada tara, yang mereka yakin sekali akan kebenarannya, bahwa Allah pasti menepati janjinya.
2. Bai’ah Aqobah II
Setelah membaca Al-Qur'an dan mendorong kecintaan pada Islam, Rasulullah saw. menjawab, "Saya membaiat kalian untuk melindungi saya dari apa yang kalian melindungi istri-istri dan anak-anak kalian dari sesuatu itu."
Lalu al-Barra' mengulurkan tangan untuk memberikan baiatnya kepada Rasulullah saw. seraya berkata, "Kami membaiatmu, wahai Rasulullah. Demi Allah, kami adalah anak-anak perang [sering mengalami peperangan yang seolah-olah dirinya dilahirkan dari peperangan] dan penduduk lingkaran kancah yang penuh peperangan. Kami mewarisinya dari orang besar dan dari orang besar." Namun, belum menyelesaikan pernyataannya, al-Barra' sudah disela (interupsi) oleh Abu al-Haitsam bin al-Tiihan dengan mengatakan, "Ya Rasulullah, di antara kami dan orang-orang Yahudi ada tali perjanjian. Kami berniat memutuskannya. Jika kami melakukan itu, kemudian Allah memenangkanmu, apakah engkau akan kembali pada kaummu dan meninggalkan kami?"
Rasul agung itu tersenyum. Beliau menatap mereka sejenak, kemudian berkata, "Bahkan, darah dibalas darah, hantaman dibalas hantaman! Sesungguhnya saya bagian dari kalian dan kalian bagian dari saya. Saya akan memerangi orang yang kalian sedang berperang dengannya dan berdamai dengan orang yang kalian berdamai dengannya."
3. Bai’atur Ridwan
Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan ‘umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai’ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai’atur Ridwan. Bai’atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah. Orang yang berjanji setia biasanya berjabatan tangan. Caranya berjanji setia dengan Rasul ialah meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang yang berjanji itu. Jadi maksud tangan Allah di atas mereka ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah sama dengan berjanji dengan Allah.

Pengertian Bai’ah.
Dari keterangan ayat dan shirah yang diterangkan diatas, maka Bai’ah mempunyai pengertian sebagai berikut :
Yang pertama, yaitu sebuah ikrar Jual Beli antara Hamba dengan Rabbnya. Kita ketahui bahwa Jual Beli dimasa itu, yang menyatakan bahwa yang dijual itu adalah diri dan harta, mengindikasikan bahwa ini adalah Jual Beli dalam rangka perbudakan. Maka, bai’ah adalah sebuah Ikrar seseorang yang siap menghambakan (Membudakkan) dirinya hanya kepada Allah. Maka bagi seseorang yang telah berbai’ah dikatakan sebagai Hamba (Budak) Allah.
Yang kedua, berdasarkan QS Al Fath ayat 10, bahwa bai’ah adalah sebuah janji setia kepada Allah, karena meskipun secara prosedural bai’ah itu dihadapan seseorang (dalam hal ini pemimpin) tapi pada hakikatnya bai’ah itu adalah kepada Allah (tangan Allah diatas tangan mereka). Ikrar inilah yang akan dipertanggungjawabkan nanti di Yaumul Hisab (apakah konsisten atau tidak terhadap janji setianya tersebut).

Fungsi Bai’ah
Maka dari itu, fungsi bai’ah adalah jelas sebagai satu ikrar penetapan diri, mempersembahkan diri untuk berjual beli dengan Allah, dalam artian sebuah ikrar diri untuk siap menjadi Budak/Abdi Allah. Dan ikrar ini tidak berhenti pada pelafatannya saja, karena itu kesetiaan atas ikrar tersebut hingga akhir hayatnya yang nanti akan dipertanggungjawabkannya di hadapan Allah.

Bai’ah itu kepada Siapa?
Dari keterangan2 diatas, terang menunjukkan bahwa bai’ah itu bukan kepada seseorang ataupun kepada Khalifah. Melainkan Bai’ah itu adalah kepada Allah. Karena tidak mungkin seorang Muslim Menghambakan dirinya selain kepada Allah. Juga tidak mungkin seorang Muslim mengikrarkan Janji setianya selain kepada Allah. Sebab seorang Manusia punya kemungkinan untuk menyimpang dari kebenaran, jika janji setia itu diikrarkan untuk orang/khalifah maka bagaimana jika seseorang tersebut keluar dari jalan kebenaran? (Adapun Bai’ah itu dihadapan pemimpin/khalifah, akan diterangkan nanti).

Tujuan Bai’ah
Dari Sunnah yang telah dijalankan oleh Rasul dan para Shahabat, Bai’ah memiliki beberapa tujuan bagi yang mengikrarkannya.
Yag pertama, sebagai penetapan diri untuk siap menerima Hukum2 Allah. Siap untuk diatur dengan tatanan Ilahiyah. Siap mengaplikasikan Ketentuan2 Allah. Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah; tidak
akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anaka-naknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka. (QS Mumtahanah [60]: 12).
Yang kedua, satu ikrar untuk siap membela Allah dan para Waliyullah. Bahkan hingga sebuah kata ”DARAHMU-DARAHKU”.
Yang ketiga, memperkuat dan memperteguh ikatan, melalui sebuah janji ikatan bersama dalam rangka memenangkan Agama Allah.

Konsekuensi dan Hasil dari Bai’ah
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar. (QS At Taubah ayat 111)
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS At Taubah ayat 112)
Di ayat 111 telah jelah menerangkan konsekuensi dari Bai’ah, bahkan sampai siap untuk dibunuh dan membunuh. Sementara, di ayat 112nya, bisa bermakna dua. Yang pertama bahwa orang yang telah berbai’ah, mempunyai konsekuensi sebagaimana yang diterangkan dalam ayat tersebut. Tapi bisa juga berakna bahwa apa yang telah diterangkan dalam ayat tersebut hanya berlaku bagi mereka2 yang telah melakukan/mengikrarkan Bai’ah, dengan arti bahwa taubat, memuji, melawat ruku’ dan semuanya itu hanya legal dimata Allah bagi mereka2 yang telah berbai’ah, bukan bagi mereka2 yang belum berbai’ah. Sehingga Hadits yang menerangkan bahwa ”sesiapa yang meninggal tanpa ada bai’ah dilehernya, maka matinya dalam kondisi Jahiliyah” sesuai dengan ayat diatas.

Prosesi Bai’ah.
Setelah memahami bahwa Bai’ah itu adalah kepada Allah, maka bagaimana prosesi bai’ah kita terhadap Allah tersebut? Sunnah menerangkan dan menjelaskan Bagaimana prosesi bai’ah tersebut.
Yang pertama bahwa Tangan Allah diatas tangan mereka, dalam hal ini tentu melalui wakil Allah dimuka bumi. Dalam penjelsan saya mengenai Khalifah, telah saya terangkan bahwa setiap manusia yang ada dimuka bumi ini adalah khalifah (wakil) Allah, apabila mereka berpegang teguh kepada aturan2 Allah. Sementara, Khilafah adalah kesatuan dari para khalifatullah yang tergabung dalam satu kelembagaan (Kepemimpinan). Maka bai’ah akan syah apabila dilakukan didepan mereka2 yang memangul amanah Allah dimuka bumi ini.
Yang kedua, siapakah yang dimaksud mereka yang memanggul amanah2 Allah dimuka bumi? Bahwa tujuan bai’ah adalah sebagai penetapan diri untuk siap menerima Hukum2 Allah. Siap untuk diatur dengan tatanan Ilahiyah. Siap mengaplikasikan Ketentuan2 Allah. Bagaimana kesiapan berhukumnya seseorang kepada Hukum Allah, telah Allah terangkan melalui ayat2-Nya. Yaitu QS An Naas dari ayat 58 s/d 70. Ayat2 tersebut jelas menerangkan bahwa penerapan Hukum Allah itu di laksanakan oleh kepemimpinan Islam (Ulil Amri) yang merupakan manifestasi dari kepemimpinan Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, kesiapan seseorang untuk terikat dengan Hukum2 Allah adalah berbai’ah kepada Allah melalui para pemimpin (Ulil Amri) yang mereka itu menjalankan penghukuman berdasarkan Hukum Allah. Hal ini lebih diperkuat oleh Sunnah, bahwasanya setelah Bai’ah Aqobah II, Rasulullah mengangkat 12 pemimpin dari kalangan Aus dan Khazraj. Sehingga setelah itu, dari kalangan Aus dan khazraj yang masuk Islam kemudian berbai’ah, tidak lagi langsung melalui Rasulullah, melaikan melalui para pemimpin yang telah diangkat tersebut. Begitu juga melalui Amir2 yang diutus Rasulullah di berbagai negeri yang telah ditaklukkan.

Bagaimana dengan pendapat umum bahwa Bai’ah adalah kepada Khalifah?

Dari keterangan diatas, jelas menyalahi syari’at kalo Bai’ah itu kepada Khalifah. Untuk menerangkan hal diatas, mari kita kembalikan arti dan makna khalifah berdasarkan arti dan makna sesungguhnya sebagaimana disaat masa hidup Rasullah. Muhammad Husein Haikal dalam karyanya Khalifah Rasulullah ”Abubakar Assyidiq” menerangkan bahwa arti dari Khalifah adalah pengganti. Awalnya, masyarakat muslim yang telah berbai’ah dengan mengangkat Abubakar Assyidiq sebagai pemimpin, menggelarinya dengan Khalifahtullah, akan tetapi Abubakar tidak menyetujuinya. Selanjutnya dia menyebut dirinya dengan Khalifah Rasulullah yang berarti adalah pengganti Rasulullah. Setelah berganti kepemimpinan kepada umar bin Khattab s/d Ali bin Abu Thalib, kata Khalifah Rasulullah sudah tidak dipakai lagi, melainkan yang dipakai adalah Amirul Mu’minin. Kata Khalifah ini kembali dipakai pada masa Mu’awiyah dan seterusnya. Yang kemudian makna Khalifah ini mengalami pergeseran makna menjadi Pemimpin kaum Muslimin, sebagaimana yang dikenal oleh umumnya umat muslim saat ini.
Daripada itu, maka sesungguhnya semua hadits yang memuat kata Khalifah, semua itu bermakna Pengganti, meskipun maksud dari kata tersebut mempunyai fungsi sebagai Pemimpin kaum Muslim. Sebagaimana hadits berikut : Dari Abu Hazim, dia berkata: “Selama lima tahun aku berkawan dengan Abu Hurairah, dan aku pernah mendengar dia menceritakan suatu hadis dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Orang-orang Bani Israil itu selalu diatur oleh para Nabi. Seorang Nabi meninggal dunia akan digantikan oleh seorang Nabi yang lainnya. Tetapi sesungguhnya tidak akan ada Nabi sama sekali sesudahku. Dan kelak akan bermunculan para Khalifah.” Para sahabat bertanya: “Lantas apa yang Anda perintahkan kepada kami?” Rasulullah saw menjawab: “Penuhilah pembai’atan yang pertama kemudian seterusnya. Penuhilah hak-hak mereka. Sesungguhnya Allah akan minta pertanggungan jawab terhadap kepemimpinan mereka.” (HR Muslim). Khalifah dalam hadits tersebut bermakna pengganti, meskipun yang dimaksud mempunyai fungsi sebagai Amirul Mukminin. Dan mengapa Rasulullah tidak menggunakan kata Amirul Mu’minin? Sebagaimana yang diketahui, bahwa istilah Amirul Mu’minin baru dikenal setelah pengangkatan Umar Bin Khattab sebagai pengganti Abubakar.

Proses/Cara Pengangkatan Amirul Mu’minin
Dari itu semua, maka tidak benar keterangan yang menerangkan bahwa Pengangkatan Amirul mu’minin itu melalui Bai’ah. Karena sudah jelas salah kaprah. Karena jelas2 fungsi Bai’ah bukanlah untuk mengangkat seorang Amirul Mu’minin. Dari shirah para Khulafa’urrasyidin juga tidak ada nash yang menerangkan bahwa pengangkatan mereka itu melalui Bai’ah. Abubakar diangkat sebagai Pemimpin melalui pengajuan yang dilakukan oleh Umar bin Khattab, yang kemudian di sepakati oleh seluruh hadirin yang hadir di mimbar Syaqifa. Umar bin Khattab diangkat sebagai khalifah melalui penunjukan yang dilakukan oleh Abubakar As Syidiq. Utsman bin Affan diangkat sebagai Khalifah melalui musyawarah yang dilakukan oleh shhabat2 utama yang telah ditunjuk oleh Umar. Begitu juga Ali, diangkat melalui musyawarah shahabat2 utama. Jadi jelas bahwa pengangkatan Amirul Mu’minin tidak melalui Bai’ah.

Bai’ah adalah untuk melanjutkan kehidupan Islami.
Telah diterangkan sebelumnya bahwa tujuan Bai’ah adalah untuk menghukumkan diri kepada Hukum Allah, dimana yang melaksanakannya adalah Ulil Amri. Maka, ketika bergantinya kepemimpinan umum umat Muslim Bai’ah adalah untuk memperkokoh dan memperkuat kembali ikatan, untuk rela berhukum kepada hukum Allah dibawah kepemimpinan orang yang telah ditunjuk sebagai Ulil Amri. Sebagaimana Ali Bin Abi Thalib yang terlambat Bai’ah terhadap Abubakar Assyidiq, Bai’ah disitu bukan untuk mengangkat Abubakar Sebagai Ulil Amri, karena memang Abubakar telah terpilih sebagai Ulil Amri. Akan tetapi Bai’ah tersebut sebagai ikrar memperkokoh kembali kesediaan mengabdikan diri kepada Allah dibawah kepemimpian Abubakar. Bai’ah terhadap Ulil Amri, ini dilakukan oleh mereka2 yang berada langsung dibawah kepemimpinannya, yaitu orang2 yang berada dalam lingkup terdekatnya. Terhadap mereka yang jauh berada diluar lingkup dekatnya, tapi masih dalam wilayah kekuasaannya, maka tidak ada bai’ah sebagai pemerkokoh, melainkan ia cukup berpegang atas bai’ah sebelumnya yang telah ia lakukan terhadap Pemimpimnya yang terdekat. Inilah yang dimaksud dengan hadits yang berbunyi “Penuhilah pembai’atan yang pertama kemudian seterusnya. Penuhilah hak-hak mereka. Sesungguhnya Allah akan minta pertanggungan jawab terhadap kepemimpinan mereka.”

Bagaimana dengan Imam Mahdi?
Banyak sekali simpang siur keterangan mengenai Imam Mahdi ini baik melalui artikel2 maupun buku2 yang telah dikarang oleh berbagai macam orang, juga dari berbagai kelompok. Untuk mengupas sedikit akan halnya ini maka kita harus siap mengoreksi berdasarkan landasan2 Syar’i. Bahwasanya apabila ada tafsir hadits yang bertentangan dengan Al Qur’an maka sudah pasti tafsir tersebut batal. Juga apabila ada hadits yang bertentangan dengan Qur’an, hadits tersebut juga jelas batal/maudhu. Oleh karena itu, mari kita timbang keberadaan Imam Mahdi ini melalui nash yang Hakq.
Yang pertama bahwa telah diyakini melalui petunjuk Allah (Al Qur’an) bahwa tidak ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad. Artinya disini, bahwa tidak ada lagi manusia dibumi ini yang bakalan mendapatkan berita dari Allah melalui malaikat-Nya. Nabi, asal katanya adalah naba yang berarti berita. Dari situ jelas bahwa tidak ada satu manusiapun sampai akhir zaman yang dapat meng klaim dirinya sebagai Imam Mahdi. Bagaimana mungkin seseorang akan mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi tanpa berita/petunjuk dari Allah? Sementara, tidak mungkin lagi ada manusia yang dapat menerima berita dari Allah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Oleh karena itu, barang siapa yang mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi, sudah pasti dia Bohong. Sehingga, tidak ada seseorangpun yang dapat memastikan si ini atau si itu sebagai Imam Mahdi, melainkan hanya praduga berdasarkan petunjuk Rasulullah melalui Hadits2. Hal ini juga membantah keterangan bahwa Khalifah itu Allah sendiri yang mengangkatnya.
Yang kedua, bahwasanya masa kepemimpinan imam mahdi adalah antara 7 s/d 9 tahun. Sementara, tidak ada seseorangpun yang dapat mempredeksikan kekuasaan seseorang itu bakalan berlangsung selama 7 s/d 9 tahun. Orang mengetahuinya adalah ketika sang Imam Mahdi tersebut telah meninggal. Ini artinya, tidak ada yang bisa mengklaim atau mempredeksikan si ini atau si itu sebagai Imam Mahdi melainkan setelah dia meninggal. Sehingga, munculnya imam mahdi ini tidak ada yang bisa mempredeksi dan mengklaimnya (yang artinya dalam masalah yang belum jelas) kecuali setelah meninggalnya dia, dan diyakini oleh orang setelahnya.
Pada saat ini banyak orang yang terkungkung oleh paradigma akan hadirnya Imam Mahdi, sementara tidak ada satupun manusia yang dapat mempredeksi dan mengklaim akan keberadaannya. Juga sebuah pernyataan untuk mempersembahkan Bai’ah-nya hanya untuk Imam Mahdi. Padahal tidak ada nash yang menyatakah bahwa Bai’ah itu adalah kepada Imam Mahdi. Sementara menjadi nash yang jelas bahwa Bai’ah itu merupakan ketetapan syara’ dalam Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim, bahkan Rasulullah mengancam mereka yang belum ada bai’ah di leher mereka apabila mati, maka matinya dalam kondisi mati jahiliyah.

**Diambil dari berbagai sumber**



Demikian penjelasan dari ana mengenai bab Bai’ah ini, mudah2an dari ini ada yang menambahkan atau ada yang mengoreksi apabila ada kesalahan dari keterangan yang ana postingkan.
Wallahua’lam bisshowab.

21 Maret, 2009

Orientasi dan kebudayaan Islam

2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (2/6)
Muhammad Husain Haekal

Ilmu ini tidak seharusnya akan menghentikan orang dari
memikirkan hari kemudian mereka serta berusaha sekuat tenaga
mengikuti jalan yang benar dan menghindarkan diri dari jalan
yang sesat. Ilmu Allah itu buat mereka masih gaib. Tetapi
akhirnya mereka akan sampai juga kepada kebenaran sekalipun
agak lambat. Tuhan telah menetapkan sifat kasih sayang itu
dalam DiriNya. Ia selalu menerima taubat hamba-Nya yang mau
bertaubat dan sudah banyak dosa yang diampuniNya. Selama
rahmat Tuhan itu meliputi segalanya, manusia tidak perlu
berputus asa akan memperoleh jalan yang benar, asal ia mau
merenungkan dan memikirkan alam semesta ini. Orang tidak perlu
berputus asa dari rahmat Tuhan kalau renungannya itu akhirnya
akan mengantarkannya ke jalan Allah. Manusia yang celaka ialah
yang tidak mengakui sifat manusianya, dan merasa dirinya sudah
terlampau besar untuk memikirkan dan merenungkan hal-hal yang
akan mengantarkan dirinya kepada petunjuk Tuhan. Mereka itulah
orang-orang yang hendak menentang Tuhan, bukan mengharapkan
beroleh rahmat Tuhan. Jantung mereka oleh Tuhan sudah ditutup,
mereka yang akan menjadi penghuni neraka, yang akan mendapat
tempat yang paling celaka.

Apakah Orientalis-orientalis itu sudah melihat arti jabariah
Islam yang begitu tinggi, begitu luas jangkauannya? Apakah
mereka melihat bahwa anggapan mereka itu memang sangat lemah,
yang menduga bahwa jabariah Islam itu menyuruh orang berpeluk
lutut tanpa usaha atau mau menerima hidup hina atau mau
menyerah begitu saja? Disamping semua itu ajaran ini selalu
memberikan harapan, bahwa pintu rahmat dan taubat selalu
terbuka bagi barangsiapa yang mau bertaubat. Apa yang mereka
duga bahwa ajaran ini menyuruh tiap Muslim menganggap setiap
keuntungan dan malapetaka yang menimpa dirinya sebagai takdir
yang sudah ditentukan Tuhan dan oleh karenanya ia harus diam
saja, menerima segala bencana dan kehinaan itu dengan sabar,
maka semua itu jauh dari kenyataan yang sebenarnya dari ajaran
jabariah ini, yang mengajar orang supaya selalu berjuang dan
berusaha untuk memperoleh kerelaan Allah, untuk selalu berhati
teguh sebelum tawakal kepada Allah. Apabila orang belum
berhasil mendapat sukses sekarang, hendaknya terus ia berusaha
kalau-kalau besok ia berhasil. Harapannya yang selalu pada
Tuhan agar langkahnya mendapat bimbingan ke arah yang benar,
agar mendapat pengampunan dari segala dosa, adalah pendorong
yang paling utama untuk berpikir dan berusaha terus-menerus
dalam mencapai tujuan menurut kehendak Allah. KepadaNya ia
menyembah dan kepadaNya pula ia meminta pertolongan. Tempat
orang mengharapkan petunjuk batin, dan ke sana pula segalanya
akan kembali.

Sungguh besar kekuatan yang dibangkitkan oleh ajaran yang
tinggi ini kedalam jiwa manusia! Sungguh luas jangkauan
harapan yang dibukakan itu. Kita terbimbing kepada kebaikan
selama apa yang kita kerjakan memang karena Allah. Kalau kita
sampai disesatkan oleh setan, taubat kita pun akan diterima
selama pikiran kita dapat mengalahkan nafsu kita dan membawa
kita kembali ke jalan yang lurus. Jalan lurus ini ialah
undang-undang Tuhan dalam ciptaanNya, undang-undang yang akan
menjadi penyuluh kita dengan segenap hati dan pikiran kita,
serta dengan permenungan kita akan segala yang diciptakan
Tuhan. Dan kita pun mulai berusaha mengenal semua rahasia alam
itu.

Akan tetapi, apabila sesudah itu masih ada orang yang sesat
dan mempersekutukan Tuhan, masih ada orang yang mau melakukan
kerusakan di muka bumi ini, masih ada yang mau menutup mata
dari segala arti persaudaraan, maka itu adalah contoh yang
diberikan Tuhan kepada manusia guna memperlihatkan kekuasaan
Tuhan sehingga yang demikian itu kelak menjadi suatu teladan
buat mereka. Inilah keadilan dan rahmat Tuhan kepada seluruh
umat manusia. Orang tidak akan mencegah atau membatasi
melakukan semua itu. Tetapi hukuman yang akan diterimanya
sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya.

Akan tetapi, buat apa manusia berpikir, buat apa bekerja,
kalau maut itu memang selalu mengintai mereka! Bila ajal sudah
sampai sesaat pun tak dapat diundurkan atau dimajukan. Buat
apa manusia berpikir dan buat apa pula bekerja kalau orang
yang bahagia sudah ditentukan lebih dulu akan jadi bahagia,
dan yang sengsara akan jadi sengsara?

Ini adalah pertanyaan ulangan sengaja jawabannya kita
kemukakan supaya dapat kita lihat masalah ketentuan ajal ini
dari segi lain: Apa yang sudah ditentukan Tuhan lebih dulu
ialah undang-undang alam sejak sebelum alam itu diciptakan dan
sebelum difirmankan kepadanya 'Jadilah'! maka ia pun jadi.'
Dalam melukiskan ini tak ada yang lebih tepat dari firman
Allah ini "Tuhan kamu telah menetapkan sifat kasih sayang itu
dalam DiriNya." Ini berarti bahwa kasih sayang itu sudah
menjadi sifat Tuhan dan menjadi salah satu undang-undangNya
dalam alam semesta. Tak ada suatu kewajiban yang diharuskan
terhadap DiriNya. Kewajiban memang tidak seharusnya ada atas
Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini Allah berfirman:

"Kami tiada akan menjatuhkan siksaan sebelum Kami mengutus
seorang rasul."

Apabila ada suatu golongan yang sesat dan kepada mereka Tuhan
tidak mengutus seorang rasul, maka undang-undang Tuhan disini
berlaku - tiada seorang dari mereka akan dijatuhi siksaan.
Buat setiap orang yang beriman, tanda-tanda kebesaran Tuhan
dalam alam ini sudah wajar sekali, bahwa Tuhanlah yang
menciptakan alam. Apabila Tuhan sudah mengutus seorang rasul
kepada suatu golongan, kemudian berlaku hukum alam dan
kehendak Tuhan atas golongan itu, yaitu bahwa setelah diberi
petunjuk ada orang dari golongan tersebut yang masih tetap
mempertahankan kesesatannya, maka orang yang telah menganiaya
dirinya sendiri itu akan menjadi contoh buat orang lain.

Sungguh naive sekali untuk mengatakan bahwa orang yang telah
sesat ini diperlakukan tidak adil karena telah dijatuhi
hukuman atas kesesatannya, padahal kesesatan demikian memang
sudah termaktub lebih dulu (ditentukan) terhadap dirinya. Kita
mengatakan naive untuk tidak mengatakan merendahkan Tuhan,
sebab jalan pikiran yang paling tepat akan mengatakan kepada
kita, bahwa barangsiapa yang sesat, ia telah menganiaya
dirinya, bukan Tuhan yang menganiayanya.

Untuk menjelaskan ini cukup kiranya kita mengambil contoh
seorang ayah yang penuh kasih sayang mendekatkan api kepada
anaknya yang masih bayi. Kalau sianak memegangnya,
dijauhkannya api itu seraya memberi isyarat, bahwa api itu
panas. Kemudian secara berulang-ulang api itu didekatkannya
lagi kepada sibayi, tidak apa juga kalau jari bayi itu sampai
terbakar sedikit supaya dialami sendiri dalam kenyataan apa
yang sudah diperingatkan kepadanya itu dan supaya selalu
diingat selama hidupnya. Tetapi bilamana sesudah dewasa ia
masih mau memegang api atau menceburkan diri ke dalam api,
maka apa yang sudah menimpanya itulah ganjarannya, dan jangan
ayahnya yang disalahkan, jangan ada yang minta supaya sang
ayah mengalanginya dari perbuatan itu. Begitu juga misalnya
seorang ayah yang sudah memberi petunjuk tentang bahaya judi
atau minuman keras kepada anaknya. Maka bilamana sianak itu
kelak sudah dewasa dan dia melanggar juga apa yang sudah
dilarang oleh ayahnya lalu karenanya ia mendapat bencana, maka
bukanlah sang ayah yang kejam menganiayanya, sekalipun ia akan
mampu mencegah dari berbuat demikian. Sang ayah sama sekali
bukan kejam kalau membiarkan sianak sampai melanggar apa yang
sudah menjadi larangan, dan ini merupakan contoh buat keluarga
dan saudara-saudaranya yang lain. Begitu juga keluarga dan
saudara-saudara yang sampai ratusan atau ribuan jumlahnya
dalam sebuah kota yang memang banyak godaannya karena pengaruh
keadaan. Sudah cukup baik dan adil sekali kiranya kalau
konsekwensi yang tak dapat dihindarkan menimpa mereka sebagai
ganjaran terhadap perbuatan mereka sendiri. Itu akan dapat
memperbaiki keadaan anggota masyarakat yang lain, meskipun apa
yang telah menimpa anak-anak negeri yang aniaya itu sangat
disesalkan. Inilah contoh keadilan yang paling sederhana dan
berimbang sehubungan dengan masyarakat manusia kita ini,
seperti yang sudah kita lukiskan tadi. Apalagi bila kita
membayangkan dan membandingkan dengan alam semesta, dengan
makhluk-makhluk yang berjuta-juta banyaknya dalam luasan ruang
dan waktu yang tak terbatas! Apa yang sudah menimpa individu
dan masyarakat - karena perbuatannya sendiri - dalam bentuk
yang sudah tidak mampu lagi khayal kita membayangkannya, semua
itu baru merupakan contoh keadilan atau keseimbangan dalam
bentuknya yang sangat sederhana.

Kalau adanya kekejaman itu kita alamatkan kepada sang ayah,
karena dia membiarkan anaknya yang sesat itu harus menerima
ganjaran kesesatannya, pada hal kesesatan itu memang sudah
termaktub atas dirinya, maka juga beralasan sekali kekejaman
demikian itu kita alamatkan kepada diri kita sebab kita telah
membunuh seekor kutu yang sangat mengganggu, dikuatirkan akan
membawa penularan kepada kita, yang ada kalanya akan
menimbulkan bencana kepada masyarakat kalau ini sampai menular
kepada orang lain. Atau karena kita membuang batu dari dalam
kandung empedu atau ginjal kita sebab takut mengakibatkan rasa
sakit atau penderitaan, atau kita memotong salah satu bagian
anggota tubuh kita karena dikuatirkan bagian yang rusak itu
akan menjalar ke seluruh badan dan akibatnya akan fatal
sekali. Kalau semua itu tidak kita lakukan, karena memang
sudah termaktub atas diri kita, kemudian kita menderita atau
sampai mati karenanya, maka yang harus disalahkan akibat
bencana itu hanyalah diri kita sendiri, sebab Tuhan sudah
membukakan pintu penderitaan buat kita, sama halnya dengan
pintu taubat yang terbuka buat orang yang berdosa. Hanya
orang-orang bodoh sajalah yang rela menerima penderitaan
demikian itu dengan anggapan bahwa itu memang sudah termaktub
atas dirinya. Ini karena kedunguan dan ketololan mereka saja.

Sementara kita melihat kutu yang dibunuh, batu yang dibuang
dan dicabutnya anggota tubuh yang sakit sungguh adil sekali -
meskipun dalam hukum alam sudah termaktub, bahwa kutu akan
mengganggu dan akan membawa penularan penyakit kepada manusia,
batu dan anggota tubuh yang sakit akan mendesak bagian tubuh
yang lain sehingga dapat membinasakan - dengan melihat semua
ini bagaimana kita tidak akan menganggapnya suatu kebodohan
yang naive sekali, yang tak dapat diterima akal selain pikiran
egoistis yang sempit, yang melihat keadilan itu hanya dari
segi kita yang subyektif saja, dan tidak menghubungkannya
kepada seluruh masyarakat insani, atau lebih dari itu,
menghubungkannya kepada alam semesta?!

Apa artinya kutu, batu dan manusia dibandingkan dengan alam
ini? Bahkan apa artinya seluruh umat manusia dibandingkan
dengan alam? Dengan khayal kita yang sempit, kita berusaha
hendak membayangkan batas-batas alam yang luas, dengan ruang
dan waktu, dengan awal dan akhir, dan dengan segala kata-kata
yang semacam itu. Sudah tak ada jalan lain lagi buat kita akan
dapat membayangkan bentuk alam ini selain itu, karena memang
sangat terbatas sekali, sesuai dengan pengetahuan yang ada
pada kita, yang juga terbatas, dan masih sedikit sekali. Dan
yang sedikit ini sudah cukup memperlihatkan kepada kita bahwa
undang-undang Tuhan dalam alam ialah undang-undang yang
teratur dan seimbang, yang tak berubah-ubah dan
bertukar-tukar. Kita sampai mengetahui undang-undang ini
karena Tuhan menganugerahkan kepada kita pendengaran,
penglihatan dan jantung, supaya kita melihat segala keindahan
ciptaanNya ini, dapat memahami alam sesuai dengan
undang-undangNya itu. Maka kita pun mengagungkan kemuliaan
Tuhan, kita berbuat baik menurut yang diperintahkanNya. Dan
berbuat baik atas dasar iman, buat mereka yang mengerti ialah
suatu manifestasi ibadat yang paling tinggi kepada Tuhan.

Maut ialah akhir hidup dan permulaan hidup. Oleh karena itu
yang merasa takut mati hanya mereka yang menolak adanya hidup
akhirat dan merasa takut pada kehidupan akhirat karena
perbuatan mereka yang buruk selama dalam dunia. Mereka tidak
ingin mati mengingat adanya perbuatan tangan mereka sendiri.
Akan tetapi mereka yang memang sudah bersedia mati, ialah
orang-orang yang benar-benar beriman dan mereka yang berbuat
kebaikan selama hidup di dunia. Seperti dalam firman Allah:

"Dia Yang telah menciptakan Mati dan Hidup untuk menguji kamu
siapa diantara kamu yang lebih baik perbuatannya. Dia Maha
Kuasa, Maha Pengampun." (Qur'an, 67: 2)

Dan firmanNya lagi yang ditujukan kepada Nabi:

"Kami tidak pernah menjadikan manusia sebelum engkau itu kekal
selamanya. Kalau engkau mati, apakah mereka akan hidup kekal?
Setiap jiwa akan merasakan mati dan kamu akan Kami uji dengan
yang buruk dan yang baik sebagai suatu cobaan, dan kamu kelak
pun akan kembali kepada Kami." (Qur'an, 21: 34 - 35)

"Perumpamaan mereka yang dibebani membawa Kitab Taurat,
kemudian tidak mereka bawa, sama seperti keledai yang membawa
kitab-kitab besar. Buruk sekali perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Tuhan itu; dan Tuhan tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Katakanlah: 'Wahai
orang-orang yang menganut agama Yahudi, kalau kamu mendakwakan
bahwa kamu sahabat-sahabat Tuhan diluar orang lain,
nyatakanlah keinginanmu akan mati itu -jika benar-benar kamu
jujur. Tetapi kamu tidak akan pernah menyatakan keinginanmu
itu, karena perbuatan tangan mereka sendiri yang telah mereka
lakukan. Tuhan Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim
itu." (Qur'an, 62 :5 - 7)

"Dialah Yang telah mengambil jiwamu pada malam hari dan Dia
mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang harinya. Kemudian
kamu dibangkitkan kembali supaya waktu tertentu dapat
dipenuhi. Sesudah itu kepadaNya juga tempat kamu kembali.
Kemudian kepadamu diberitahukanNya apa yang telah kamu
kerjakan." (Qur'an, 6: 60)

Inilah beberapa ayat yang sudah jelas sekali menolak apa yang
dikatakan orang bahwa jabariah Islam itu mengajar orang
bertopang dagu dan enggan berusaha. Tuhan menciptakan maut dan
hidup untuk menguji manusia, siapa daripada mereka yang
melakukan perbuatan baik. Perbuatan dalam dunia dan balasannya
sesudah mati. Mereka yang tidak berusaha, tidak berjuang di
muka bumi ini, tidak mencari nafkah sebagai karunia Tuhan;
kalau mereka tidak mau menafkahkan harta mereka; kalau mereka
tidak mau mengutamakan sahabatnya meskipun mereka sendiri
dalam kekurangan, mereka telah melanggar perintah Tuhan.

Sebaliknya, bilamana semua itu mereka lakukan dengan baik,
perbuatan mereka akan diterima baik oleh Allah dan pada hari
kemudian mendapat pahala dan balasan yang baik. Tuhan akan
menguji kita dalam hidup kita ini dengan yang baik dan yang
buruk sebagai suatu cobaan. Dengan otak kita, kita juga yang
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Barangsiapa berbuat baik seberat atom pun akan dilihatnya,
barangsiapa berbuat keburukan seberat atom juga akan
dilihatnya. Kalau apa yang sudah menimpa kita itu bukan karena
sudah ditentukan Tuhan terhadap diri kita, niscaya itu akan
membuat kita lebih tekun melakukan kebaikan untuk melihat
hasil yang baik pula. Sesudah itu sama saja buat kita: adakah
Tuhan akan menjadikan kita manusia yang kuat, yang masih giat
bekerja, atau akan dikembalikan ke usia yang sudah pikun, yang
sudah tidak dapat kita ketahui lagi apa yang dulunya sudah
pernah kita ketahui. Kriterium atau ukuran hidup seseorang
bukanlah dari jumlah tahun yang sudah ditempuhnya, melainkan
dari perbuatan-perbuatan baik apa yang sudah dilakukannya
selama itu, dan yang akan menjadi peninggalannya. Mereka yang
sudah meninggal di jalan Tuhan (dalam berbuat kebaikan), dalam
pandangan Tuhan mereka hidup, di tengah-tengah kita juga
kenangan mereka tetap hidup. Berapa banyak nama-nama yang
tetap kekal selama berabad-abad karena orang-osrang itu telah
mengabdikan diri dan segala daya upayanya untuk kebaikan,
mereka itu berada di tengah-tengah kita yang masih hidup,
sungguh pun mereka telah berpulang sejak ratusan tahun yang
lalu.

"Apabila sudah tiba waktunya, mereka takkan dapat mengundurkan
atau memajukannya barang sedikit pun juga."

Inilah yang benar. Hanya ini yang sesuai dengan hukum alam.
Manusia sudah mempunyai batas waktu yang takkan dapat
dilampauinya. Sama halnya dengan matahari dan bulan, sudah
mempunyai waktu-waktu gerhana yang tidak berubah-ubah, tak
dapat dimajukan atau diundurkan. Waktu yang sudah ditentukan
ini lebih mendorong orang untuk berusaha dan melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik. Ia akan berusaha sekuat tenaga.

Ia tidak tahu kapan ia akan menemui ajalnya. Bilamana ajal itu
sampai maka balasannya apa yang sudah dikerjakannya. Di
hadapan kita setiap hari sudah ada buktinya bahwa ajal itu
takdir yang tak dapat dielakkan. Ada orang yang mati dengan
tiba-tiba dan orang tidak tahu apa sakitnya. Ada orang yang
sakit, yang sudah sekian puluh tahun menderita dan merintih
melawan penyakitnya itu sampai ia tua serta sudah tak
bertenaga lagi. Dari kalangan kedokteran dewasa ini ada yang
berpendapat bahwa manusia itu dilahirkan dalam proses
pembentukannya sudah ada benih yang menentukan hidupnya. Jarak
waktu yang akan ditempuh oleh benih itu untuk mencapai
tujuannya yang terakhir dapat pula diketahui asal saja
benihnya sendiri dapat kita ketahui. Tetapi untuk mengetahui
benih ini bukan soal yang begitu mudah. Adakalanya ia dalam
bentuk fisik, tersembunyi dalam salah satu bagian dalam tubuh
- bagian yang penting atau tidak penting - adakalanya dalam
bentuk psychis dalam pikiran kita, bertalian dengan
lapisan-lapisan otak yang akan mendorong pihak yang
bersangkutan hidup berpetualang dan mau menghadapi bahaya,
atau sebagai pemberani. Allah mengetahui belaka semua itu. Dia
yang mengetahui saat kematian setiap manusia itu akan tiba,
menurut hukum alam, tanpa dapat diubah dan ditukar-tukar.

Sebagai tanda kasih sayang Tuhan, Ia tidak akan menjatuhkan
siksaan sebelum mengutus seorang rasul yang akan memberikan
bimbingan kepada manusia dalam mencapai Kebenaran serta
menjelaskan pula jalan kebaikan yang harus ditempuhnya.
Sekiranya Tuhan akan menghukum manusia karena perbuatan mereka
yang salah, niscaya takkan ada makhluk hidup di muka bumi ini
yang akan ketinggalan. Tuhan menunda mereka sampai pada waktu
tertentu sampai mereka dapat mendengarkan dan mau menerima
ajakan para rasul itu dan tidak sampai benar mereka terpesona
oleh godaan hidup duniawi. Tuhan tidak mengutus para rasul itu
dari kalangan raja-raja, orang-orang kaya, orang-orang
berpangkat atau dari kalangan orang cerdik pandai. Mereka
diutus dari kalangan rakyat jelata. Nabi Ibrahim tukang kayu,
ayahnya pun tukang kayu. Nabi Isa juga tukang kayu di
Nazareth. Juga tidak sedikit dari nabi-nabi itu yang tadinya
penggembala kambing, termasuk Nabi penutup Muhammad
'alaihissalam. Tuhan mengutus para rasul dari rakyat jelata
itu untuk memperlihatkan bahwa Kebenaran itu bukan menjadi
milik orang-orang kaya atau orang-orang kuat melainkan milik
orang yang mencari Kebenaran demi kebenaran semata. Kebenaran
yang azali, yang abadi, ialah orang yang baru sempurna imannya
apabila ia sudah dapat mencintai saudaranya seperti mencintai
dirinya sendiri.
(bersambung ke bagian 3/6)

---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D

oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah





20 Maret, 2009

Mengambil Sunnah dari Shiroh Nabi

Shiroh Rasulullah lebih kita kenal dengan Shiroh Nabawiyah
Bahasan kita adalah mengenai Shiroh Nabi besar Muhammad SAW.

Shiroh Nabi??
Shiroh yang menceritakan mengenai Perjalanan hidup Muhammad baik masa-masa yang berhubungan dengan beliau sebelum diangkat sebagai Nabi maupun setelah diangkat menjadi Nabi.
Perlunya mengkaji Shiroh Nabi??
Supaya kita mengetahui latar belakang dan arah langkah pergerakan dan perjuangan Nabi dalam mengemban tugas yang dipikulkan dipundak beliau. Dengan begitu, menjadikan satu acuan bagi penerus beliau dalam upaya mengikuti apa yang telah beliau perjuangkan.
Membandingkan kondisi di masa itu dengan kondisi kekinian.
Mengambil langkah dan tindakan yang tepat mengikuti petunjuk (fungsi shiroh) dari apa yang Nabi lakukan ketika menghadapi kondisi yang sama.

Dari pengkajian terhadap shiroh Nabi inilah kita nanti akan memahami kapankan sunnah itu menjadi sebuah acuan bagi amal hidup para pengikutnya.

Berbicara mengenai shiroh (sejarah) Nabi, pasti tidak akan lepas mengenai masa sebelum beliau dilahirkan, ketika beliau dilahirkan sampai dengan dewasa dan menikah, kemudian bagaimana beliau mendapatkan wahyu, selanjutnya bagaimana beliau mendakwahkan Dienullah sampai akhir hayatnya serta segala sesuatu yang melingkupi kehidupan beliau.

Berbicara mengenai sunnah Rasul, maka harus dilepaskan dari kisah atau shiroh dimana apa yang melingkupi Muhammad tersebut diluar dari misi dan tugas kerasulannya.
Bagian hidup dari Muhammad sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul, maka harus dikeluarkan dari koridor sunnah Rasul, karena sama sekali tidak ada hubungannya dengan misi dan tugas kerasulan.

Berawal dari turunnya ayat pertama kepada beliau,

05 Maret, 2009

Sunnaturrasul


Sebelum anda membaca bahasan Sunnaturrasul ini, lebih baiknya anda baca terlebih dahulu bahasan Shiroh kemudian Sunnatullah.



Mohon maaf, bahasan Sunnaturrasul juga sedang mengalami editing ulang.

Sunnatullah


Alangkah lebih baiknya, sebelum kita mengenal mengenai Sunnaturrasul, kita kenal dulu mengenai Sunnatullah. Supaya nanti kita tidak rancu dalam memahami Sunnah.



Mohon maaf, bahasan Sunnatullah saat ini juga sedang mengalami editing ulang.

SHIROH


Sebelum kita membahas mengenai Sunnah secara panjang lebar, anda harus mengkaji terlebih dahulu bahasan Shiroh ini, supaya kita bisa menempatkan sunnah pada proporsinya.
Shiroh
dan sunnah itu keterkaitannya sangat erat. Karenanya, kita tidak akan mengenal sunnah sebelum kita mengenal shiroh.
Secara bahasa, shiroh mempunyai arti perjalanan. Ada beberapa kata yang hampir semakna dengan kata shiroh ini. Yaitu, Syari'at (Qs 17: 2), Tarikh, Sabil (misal Sabilillah) dan Sunnah.
Diantara semua kata tersebut, satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan ketika kita membahas mengenai Islam. Nanti kita akan mengenalnya lebih dalam hubungan keterkaitan tersebut ketika kita membahas mengenai Syari'ah.
Di Indonesia, Shiroh/Tarikh lebih dikenal dengan kata sejarah.
Kata-kata yang berhubungan dengan makna sejarah dalam literatul Qur'an ada beberapa :
Yang pertama adalah kqosos (kisah), yaitu suatu berita yang sudah pasti adanya, terjadi pada masa lampau.
Yang kedua, An-Naba' dan Khabar (berita), juga a'lama (memberi tahu). Suatu berita tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi baik itu dimasa lampau, sekarang maupun yang akan datang.
Yang ketiga, asatiril auwalin. Cerita orang-orang dahulu (dongeng fiktif).
Ternyata, Allah memerintahkan kepada setiap umat yang hidup didunia ini untuk mengkaji Shiroh. (Qs Al A'raaf : 176 dan Ar Rum : 42)
Mempelajari sejarah merupakan proses berfikir dan mengamati.
Mengapa Allah memerintahkan umat manusia untuk mengkaji sejarah??
Sejarah bisa dijadikan sebagai.............
Tastbit, penguat terhadap keimanan
Mau'idhah, pengajaran tentang yang baik dan buruk, yang benar dan salah.
Tadzkirah, Peringatan supaya kita jangan mengiuti langkah-langkah orang yang salah dimasa lampau.
Ibrah, sebagai satu cerminan dan pembelajaran terhadap pelaku sejarah dikemudian hari
(Qs Hud : 120)
Tasdikq, sebagai pembenaran atas keimanan
Tafsil, Penjelas atas ketidak tahuan
Hudan, Petunjuk kepada jalan yang benar
Rahmat, Rahmat dan ketenangan bagi yang memahami dan mentauladaninya
(Qs Yusuf : 111 dan Ali Imran : 159)
Nakalan, Cambukan dalam hati untuk mengingatkan agar jangan keluar dari jalan yang benar

Kenapa kita perlu mempelajari shiroh (sejarah)??
Dengan shiroh, kita akan dapat banyak pengetahuan
Dengan shiroh, kita bisa menghargai dan mencela (untuk dihindari) hasil upaya para pendahulu
Dengan shiroh, menyadarkan akan eksistensi kita dimuka bumi

Ketika kita mengkaji shiroh, akan kita dapatkan banyak pelajaran akan eksistensi manusia dimuka bumi. Ternyata manusia mempunyai amanah yang juga diemban oleh para Rasul.
Amanah tersebut adalah...................
Amanah Bumi untuk dikelola dan dimakmurkan
Amanah Syari'ah berupa tata aturan untuk direalisasikan
Amanah Khilafah sebagai mandat dari Allah akan kepenguasaan Bumi dan seisinya

Ketika kita mengkaji shiroh (sejarah) dari zaman Adam AS. sampai saat ini, sejarah tidak akan lepas dari 2 (dua) Sunnah, yaitu sunnatullah dan sunnaturrasul.

Sunnatullah adalah alur perjalanan hidup dan peradaban manusia, dimana Allahlah yang telah mengatur dan menetapkannya. Alur kehidupan manusia yang tidak pernah akan berubah sepanjang masa.

Sunnaturrasul adalah alur perjalanan hidup dan peradaban manusia, dimana tumbuh berkembangnya adalah upaya dan campurtangan manusia. Alur kehidupan yang secara esensi akan berulang dan terus berulang hingga akhir zaman.
Dimana alur hidup dan kehidupan manusia tersebut senantiasa mengalami pasang-surut, bangkit dan terpuruk.
(harus kita bedakan antara peradaban manusia dengan peradaban teknologi)
Mengapa peradaban manusia mengalmi keterpurukan??
Sebabnya adalah.........................
Yang pertama dikarenakan adanya penyimpangan-penyimpangan syari'ah. Tata aturan yang telah ditetapkan untuk mengatur manusia supaya hidup teratur dan selaras sesuai dengan proporsinya, dilanggar dan dicampakkan demi menuruti hawa nafsu (keinginan diri) yang tidak akan pernah terpuaskan.
Yang kedua dikarenakan penyimpangan-penyimpangan 'ibadah (pengabdian). Seharusnya hanya Allah satu-satunya dzat yang harus di abdi. Ketika seseorang telah mengabdikan dirinya kepada satu makhluk ataupun bangsa dan negara (musryik), maka Allah akan menyimpangkannya lebih jauh lagi.
Yang ketiga dikarenakan penyimpangan-penyimpangan dalam sebuah komunitas. Baik menyelisihi terhadap kepemimpinan maupun penyelisihan terhadap program-program.
Lantas kapankah kebangkitan akan muncul dalam setiap masanya??
Yaitu ketika.....................................
Adanya orang-orang yang siap memikul tugas kerasulan. Memahamkan ayat-ayat Allah untuk mensucikan jiwa-jiwa yang kotor serta mengajarkannya ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum.
Kemudian adanya satu komonitas yang sanggup menerapkan ajaran-ajaran tersebut.
Selanjutnya adalah adanya kesinambungan antara ideologis yang dipegang dengan historis (shiroh para pendahulu yang juga memikul amanah yang sama)

Demikianlah kira-kira bahasan shiroh dan mengapa kita harus mengkaji shiroh. Selanjutnya silahkan kaji bahasan Shiroh Nabi

03 Maret, 2009

Mengenal Apa Itu Hadits??


Tahukah kita, bahwa dewasa ini terjadi penyimpangan makna dari kata SUNNAH????????.

Sunnah dewasa ini dipahami oleh sebagian besar umat islam dengan hadits Rasul yang shakheh. Kok bisa ya...????
Padahal dari segi bahasa saja khan sudah jauh dan sangat berbeda???
Sunnah khan artinya jalan atau proses atau ketetapan...........
Sementara hadits artinya perkataan atau berita atau khabar atau juga cerita.
Lantas bagaimana pula ya, menghubungkannya dengan kata Sunnatullah.......???

Wah..........keblinger kali ya, orang-orang yang menyamakan antara Sunnah Rasul dengan Hadits Rasul.....................??


Yuuuuuk...............................kita coba mencari jawabannya?!!

Kita coba dari kata hadits dulu ya.....?!

Hadits tadi khan artinya perkataan atau berita atau khabar atau juga cerita. Jadi hadits Rasul artinya perkataan atau berita atau cerita dari Rasul donk????
Akh...............sepertinya ga gitu dech!! (garuk2 kepala aku)
Masa hadits Rasul maksudnya cerita dari Rasul?? (mikir donk!)
Maksudnya gini nich!
Hadits Rasul adalah suatu perkataan atau berita atau cerita yang dibawa oleh seseorang atau beberapa orang yang mengabarkan tentang Rasul. Baik itu kehidupan beliau, pribadi beliau, perkataan beliau, maklumat beliau, apa-apa yang pernah beliau lakukan, ijtihad beliau, interaksi beliau dengan para shahabat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan beliau.
Jelas khan??
Jadi hadits itu hanya sekedar berita, .............. gitu!!
Namanya juga sekedar khabar ............... bagaimana kita harus terikat dengannya???
Kita hanya terikat dengan Sunnah/proses (baik Sunnatullah maupun Sunnaturrasul), bukan kepada khabar yang memberitakan ini dan itu, ......... gitu!!
Nanti kita akan bicara Sunnah!!
Kapan dan yang bagaimana sebuah hadits (sebuah berita) itu akan menjadi Sunnah (proses yang wajib dijalankan) bagi kehidupa kita?? Menjadi sebuah wajan/cetakan/percontohan bagi alur kehidupan kita.
Nanti kita akan bcara lebih jauh.
Sekarag kita kembali lagi ke Hadits.
Namanya juga sekedar khabar....?!
Bisa benar, bisa juga salah. Bisa shahih, bisa juga dho'if bahkan maudhu!!
Kalau pengen tahu lebih jauh mengenai keshahehan sebuah hadits, ya.... belajarlah kepada ahli hadits!!
Namanya juga sekedar khabar, ........ siapa yang mengabarkannya?
Makanya khan, setiap kali hadits itu di tuliskan atau dibacakan, tidak lupa senantiasa disertakan siapa periwayatnya. Maksudnya adalah, supaya kita tahu berita yang dibawakan tersebut, dari siapa?! Gitu!
Namanya juga khabar ....... ya ........ itulah khabar!
Apa yang ada pada diri Rasul dan apa yang pernah beliau katakan dan beliau lakukan pasti ada saja yang mengabarkannya atau menceritakannya kepada orang lain dari kalangan shahabat ataupun shahabiyah.
Cara bersisir beliau, cara berpakaian beliau, cara bejalan beliau, cara makan beliau, tidur beliau, canda tawa beliau, apa yang beliau suka dll, pasti ada yang mengabarkannya. (telepas shaheh tidaknya ya?)
Apakah semua itu lantas menjadi Sunnah??? Sebuah wajan atau cetakan atau prototipe atau percontohan alur hidup yang musti kita jalani??
Nanti kita akan bahas secara obyektif pada bahasan Sunnah.
Ketika saya menceritakan peri kehidupan atau perkataan dari seseorang yang saya kenal, kemudian orang yang saya kenal menceritakannya kembali kembali kepada orang lain dan begitu seterusnya. Berita atau cerita yang saya bawa hingga sampai kepada orang yang terakhir, inilah dalam bahasa arab dikatakan sebagai hadits. Orang-orang yang membawa khabar berita tersebut inilah yang disebut sebagai perawi (periwayat).
Lantas apakah khabar dari saya tadi kemudian sampai kepada orang yang terakhir itu sama persis format ceritanya??
Kecil kemungkinannya khan??
Tapi tidak menutup kemungkinan bisa sama persis. Atau paling tidak mendekati kepada format cerita dari awalnya.
Tapi kemungkinan besarnya adalah terjadinya pengurangan atau penambahan dari format awal cerita yang dibawa atau bahkan menyimpang sama sekali.
Nah....... ilmu dalam mempelajari tentang periwayatan kepada sebuah cerita atau hadits Rasul itu ada, yang mengakibatkan terkategorinya sebuah hadits tersebut menjadi hadits shakheh, khasan, dhaif atau maudhu.
Coba dech tanya kepada para pakarnya (ahli) hadits.
Jadii................................................................................
Untuk bisa mengatakan bahwa sebuah hadits itu shakheh, sangat kecil kemungkinannya.
Artinya, dari sekian juta hadits Rasul yang berkeliaran dimuka bumi ini, tidak ada sepuluh persennya yang bisa dikatakan sebagai hadits yang shakheh.
Lantas apakah iya juga para shahabat mengeluarkan hadits (membuat cerita) mengenai Rasulullah hanya berkisaran pada apa yang dikatakan sebagai hadits yang shakheh tersebut?
Pasti jauh lebih banyak khan? Bahkan bisa berpuluh atau bahkan beratus kali lipat banyaknya. Cuma, karena kedhaifan manusia yang memang diciptakan oleh Allah penuh dengan kelemahan mengakibatkan hadits-hadits yang dikeluarkan oleh para shahabat yang pasti berjuta jumlahnya, tidak sampai kepada kita saat ini.
Nah...... sekarang, coba kita berfikir lagi.
Jika hadits itu disamakan dengan sunnah, yang padahal sunnah itu adalah mengikat kepada setiap mu'min, lantas bagaimana terhadap hadits-hadits yang dikeluarkan oleh para shahabat yang berjuta jumlahnya tadi yang beritanya hilang ditelan zaman dan tidak sampai kepada kita hari ini???
Apakah kemudian kita hari ini menjadi orang-orang yang ingkar sunnah??? Karena banyaknya hadits-hadits yang tidak sampai kepada kita, yang menyebabkan kitapun tidak dapat melaksanakan.
Kembali berbicara Hadist.
Namanya juga khabar.............................
Khabar yang memberitakan mengenai Rasulullah.
Anehnya lagi, hal yang menceritakan mengenai Muhammad sebelum beliau diangkat sebagai Rasul, itupun dianggap oleh sebagian orang sebagai Sunnah.
Misalnya, Muhammad menikah diumur 25 tahun, dikatakan sebagai Sunnah. Sehingga ada sebagian orang yang mengikuti hal tersebut demi mengikuti Sunnah Rasul.
Kalau bener seperti itu, ya.... harusnya dia menikahi janda kaya donk!!!!...............???????
Dan banyak sekali hal-hal yang nyleneh seperti ini.
Namanya juga khabar.................................
Salah satunya adalah khabar yang menceritakan mengenai apa-apa yang dikatakan oleh Rasul mengenai berita dari Allah akan kehidupan masa lampau maupun yang akan datang. Termasuk kehiduan akhirat.
Cerita seperti ini biasa disebut sebagai hadits kutstsi. Berita dari Allah, akan tetapi bukanlah bagian dari Al-Qur'an.
Bagaimana mungkin hadits-hadits kutstsi adalah sunnah?? Jalan yang selayaknya kita lalui selama kita hidup dimuka bumi dalam upaya menggapai Ridho Ilahi.
Contohnya, dalam beberapa hadits kutstsi mengabarkan tentang kehiduan orang-orang di Syurga dan Neraka. Hanya sekedar cerita, tidak ada tindak lanjut kearah sebuah perintah atau larangan.
Bandingkan dengan literatul Al-Qur'an yang senantiasa diikuti dengan perintah atau larangan.
Lantas dimana letak sunnahnya dari hadits kutstsi yang diatas tadi???
Jadiii.........................................................................
Hadits itu adalah sebuah khabar berita yang menceritakan.
Hadits bisa jadi hanya sekedar cerita dan berita saja, tapi bisa juga cerita dan berita tadi menjadi suatu sunnah yang harus diaplikasikan oleh setiap mu'min dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Saya kira bahasan kita mengenai Hadits kita cukupkan dulu sampai disini, kalau ada yang tertarik dan memberikan masukan, silahkan kirimkan posting anda ke alamat email saya yang tercantum dibawah.

Selanjutnya, kita coba
mengupas lebih jauh mengenai bahasan Sunnah. Silahkan klick disini.




KEPEMIMPINAN


Seungguhnya Pemimpin kalian hanyalah Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang Beriman: yaitu orang-orang yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat serta mereka tunduk (kepada Allah) --> Qs Al Maidah:55

Setiap komonitas manusia sekecil dan sesederhana apapun, tidak akan lepas dengan keorganisasian dan kepemimpinan, kapanpun dan dimanapun berada. Bahkan komonitas suku di pedalaman sekalipun pasti ada kepala sukunya. Karena memang harus ada yang mengkoordinir setiap kegiatan kemanusiaan dan kemasyarakatan. maka menjadi sebuah Sunnatullah bahwa seecara sosial, setiap aktifitas dan komonitas manusia membutuhkan keorganisasian dan kepemimpinan. Itulah fitrah-Nya
Islam mengajak umatnya untuk senantiasa berjalan diatas fitrah-Nya.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada dien (Allah). Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah)Dien yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Qs. Ar-Rum: 30)
Bayangkan apabila sebuah Perusahaan tanpa kepemimpinan, pasti kekacauan yang terjadi. Tiap bagian bekerja sekehendaknya sendiri-sendiri. Tidk ada kerjasasama. tiap karyawan bekerja semaunya sendiri, tidak ada yang mrngelola dan mengatur pekerjaan mereka. Maka bagaimn mungkin Perusahaan dapat berproduksi. bagaimana pula bisa bersaing dengan Perusahaan lain.
Bayangkanlah andaikata Negeri ini tanpa kepemimpinan, tidak ada Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Kades bahkan tidak ada Ketua RT sekalipun. Maka siapa yang akan menata kehidupan bermasyarakat?
Pasti kekacauan yang terjadi. Karena pasti tidak akan berlangsung sistem perundangan dan hukum dalam masyarkat. Masyarakat berlaku dan berbuat semaunya. Saling sikut, saling hantam, saling jegal, saling terjang, bahkan saling bunuh untuk memenuhi hajat hidupnya masing-masing.
Seharusnya kita memahami Islam adalah sebagai suatu organisasi ideal, bukan sekedar ruang spiritual yang mengajak umatnya berbuat kebaikan. Islam sebagai sebuah organisasi adalah sebuah sistem yang mengatur umatnya dengan segala perangkat yang menunjang berlangsungnya penataan kehiduan. Maka dalam tubuh Islam layaknya memiliki bermacam kelembagaan penunjang, dari lembaga pendidikan, lembaga keuangan, lembaga sosial, lembaga peradilan, lembaga kontrol, bahkan musti ada lembaga pertahanan dan keamanannya.
Untuk menata segala erangkat tersebut, tidak akan mungkin berjalan sendiri-sendiri. Maka dibutuhkan keemiminan yang menata dan mengatur berjalannya setia kegiatan kelembagaan, kemasyarakatan dan pengabdian manusia keada Robbnya. Dimana pertanggungjawabannya adalah langsung kepada Allah.
Kepemimpinan didalam Islam adalah mutlak, demi mewujudkan keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat dan pengabdian kepada sang khaliq. Tanpa kepemiminan, yang terjadi adalah terpecah-belahnya umat dan terombang-ambingnya mereka dalam kesesatan. Satu sama lain saling menjelekkan, karena tidak ada yang melegalisasi peraturan dan perundangan demi kemaslahatan umat.
Kepemimpinan dalam islam adalah amanah dari Allah. Bukan seperti anggapan kebanyakan manusia yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah amanah rakyat (manusia). Maka dalam melaksanakan tugas kepemimpinan harus sesuai dengan kehendak Si Pemberi amanah (Allah), meskipun tidak sejalan dengan yang diinginkan oleh kebanyakan manusia.
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara konsep pemikiran Demokrasi dengan konsepsi Islam. Dalam demokrasi, kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat (manusia). Sehingga ketika kebanyakan manusia menginginkan sesuatu, meskipun itu bertentangan dengan kehendak Allah, itu menjadi legal. Prostitusi, aborsi, pergaulan bebas, minuman keras, narkoba, ghibah dan berbagai macam kemaksiatan menjadi legal ketika sebagian besar manusia membolehkannya. Sementara dalam Islam mengajarkan, kedaulatan tertinggi ditangan Allah, yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemimpim umat Islam (Pemerintahan Islam). Kepemimpinan Islam inilah yang akan menata kehidupan umat manusia dengan peraturan dan perundangan yang telah diwahyukan oleh Allah. Namun demikian, mekanisme pemiihan dan pengangkatan kepemimpinan Islam tersebut tetap diserahkan kepada manusia dengan tidak keluar dari koridor kebenaran.
Karena kepemimpinan merupakan ssalah satu perangkat vital dalam penataan kehidupan sosial dan peribadahan, maka dalam memilih seorang pemimpin Allah telah memberikan batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, supaya tidak terjadi penympangan dalam pelaksanaan amanah kepemimpinan tersebut.
Batasan tersebut antara lain :
  1. Jangan memilih pemimpin dar umat Yahudi dan Nasrani (Qs 5:51)
  2. Jangan memilih pemimpin dari kalangan Utul Kitab (orang yang telah datang kitabullah kepadanya tapi enggan menegakkannya sebagai konsepsi hidupnya, Qs 5:57)
  3. Jangan memilih pemimpn dari kalangan orang-orang Kafir (orang yang terang-terangan menolak untuk hidup tertata dengan aturan Allah, Qs 5:57)
  4. Jangan menjadikan musuh Allah dan musuh orang-orang bermansebagai Pemimpin (Qs 60:1)
  5. Pilihlah pemimpin hanya dari golongan orang-orang yang beriman yang senantiasa beripaya dengan harta dan jiwanya menegakkan kalimatillah dimuka bumi (Qs 5:55-56, 49:15)

Apabila kita melanggar batasan-batasan diatas, termasuklah kita kedalam golongan orang yang dipilh sebagai pemimpin tadi.

Bagaimanapun juga, tegakkanya kepemimpinan adalah suatu fitrah manusia. Islampun mewajibkan umatnya untuk senantiasa berada dalam sebuah kepemimpinan islam. Seperti yang diamanahkan oleh Rasulullah kepada umatnya melalui Hudzaifah ibnul Yaman.

........... "Hendaklah engkau senantiasa berada senantiasa berada dalam jama'ah kaum Muslimin dan Imam mereka". Aku bertanya, "Bagaimana jika tidak ada jamaah dan imam bagi kaum Muslimin?" Rasulullah menjawab, "Maka hendaklah engkau tinggalkan semua golongan (firqoh) yang ada, meskipun engkau terpaksa memakan akar kayu, sehingga maut merenggut jiwamusedangkan engkau tetap berada dalam keadaan demikian". (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi tidak ada kata nanti atau tunggu untuk saat ini juga mari kita tegakkan dan munculkan sebuah kepemimpinan Islam. Jika dalam pandangan kita muskil karena keterbatasan keilmuan kita, mari kita cari saat ini juga sebuah kepemimpinan islam yang hak lantas kita beriman kepadanya untuk mengamankan diri supaya hidup kita tertata dengan aturan Allah.

Adakah itu???? Yakinlah bahwa pasti ada!! Bumi Allah yang sangat luas ini pasti tidak akan Allah sia-siakan begitu saja.